3 Tips Bangun Rumah Tangga Harmonis dari Al-Qur’an

3 Tips Bangun Rumah Tangga Harmonis dari Al-Qur’an

Pedomanrakyat.com, Jakarta – Al-Qur’an menyebutkan rumah tangga sebagai sebuah nikmat yang sangat agung.

Pernikahan adalah kunci kesuksesan mencetak generasi muda umat Islam. Ada tiga hal penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga yang dikabarkan oleh Al-Qur’an.

Pertama, selalu melihat pasangan sebagai seorang sahabat menjalani perjalanan hidup yang setara. Dalam hal kewajiban dan hak tentu suami dan istri memiliki peran yang berbeda.

Akan tetapi, setiap dari keduanya tidak boleh merasa lebih tinggi derajatnya dari yang lain.

Justru kelebihan yang Allah berikan di antara keduanya adalah bekal untuk mengemban tanggung jawab dalam keluarga.

Bagaimana tidak? Meskipun keduanya diciptakan dengan kepribadian dan bentuk yang berbeda secara fisik, akan tetapi Al-Qur’an tidak pernah menyebut seorang istri dengan lafal zaujah (زوجة).

Justru, Al-Qur’an menyebut istri dengan lafal zauj (زوج) dalam banyak ayat.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya…” (QS An-Nisa: 1).

هُوَ ٱلَّذِی خَلَقَكُم مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّجَعَلَ مِنۡهَا زَوْجَهَا

“Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya” (QS Al-A’raf: 129).

Dalam bahasa Arab, lafal zauj (زوج) dipakai untuk makna suami sedangkan lafal zaujah (زوجة) dipakai untuk makna istri. Akan tetapi Al-Qur’an menyebut istri dengan lafal zauj (زوج) selayaknya menyebut seorang suami.

Ibnu Asyur dalam tafsir Tahrir wa Tanwir menyatakan penyebutan tersebut sebagai pertanda bahwa ketika seorang laki-laki dan perempuan menikah maka keduanya memiliki kesetaraan sebagai dua insan yang bersatu dalam biduk rumah tangga. Masing-masing adalah belahan jiwa bagi pasangannya. Sebagaimana Al-Qur’an menyebut laki-laki dan perempuan adalah setara di hadapan Allah.

اَنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ

“… Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…” (QS Ali Imran: 195).

Lebih jauh lagi, dalam ayat yang lain Al-Qur’an menyebutkan:

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ

“…Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…” (QS Al-Baqarah: 187).

Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir al-Wasith menyatakan untaian ayat ini sebagai sebuah gambaran paling sempurna dalam menjelaskan hubungan suami-istri yang tak dapat dipisahkan dalam kasih sayang, seolah-olah masing-masing adalah pakaian bagi pasangannya.

Uniknya, ketika suami-istri tidak mencapai keserasian dalam rumah tangga baik dalam perilaku maupun aqidahnya, Al-Qur’an menyebut istri bukan dengan lafal zauj melainkan memakai lafal imraah (امرءة). Sebagaimana Al-Qur’an menyebut istri nabi Nuh dan nabi Luth yang enggan untuk beriman kepada suami mereka.

ضَرَبَ ٱللهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱمْرَأَتَ نُوحٍ وَٱمْرَأَتَ لُوطٍ

“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth…” (QS At-Tahrim: 10).

Kedua, selalu menambah semangat beribadah kepada Allah. Hal ini sangat penting karena adanya kasih sayang antara suami dan istri termasuk nikmat yang Allah berikan.

Allahlah yang memantapkan hati suami-istri untuk saling mencintai dan menyayangi dalam ikatan rumah tangga. Karena, Allahlah yang memiliki sifat Muqallibal Qulub (Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati).

Padahal, sebelum adanya ikatan pernikahan calon suami-istri belum menikmati cinta yang begitu dalam di antara keduanya. Namun demikian, penting juga dicatat, ketika Allah murka kepada suami-istri akibat dosa-dosa mereka bisa jadi Allah akan memutuskan ikatan cinta di antara keduanya.

Al-Qur’an menyebutkan,

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS Ar-Rum: 21).

Ketiga, berdoa agar Allah menjadikan pasangannya sebagai penyejuk hatinya.

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa’,” (QS al-Furqan: 74).

Dalam ayat ini, Al-Qur’an menggenapi sifat orang-orang shalih yang Allah juluki mereka dengan ibad ar-rahman (hamba milik Dzat Yang Maha Pengasih) dengan sifat selalu berdoa bagi pasangan hidupnya dan keturunannya agar senantiasa menjadi penyejuk hati mereka.

Tak hanya itu, Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir Al-Wasith menyebutkan tafsir dari “jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” adalah harapan mereka agar menjadi panutan bagi orang-orang bertakwa baik dalam lembutnya perbuatan mereka maupun halusnya perkataan mereka. Walhasil, orang-orang bertakwa menurut Al-Qur’an adalah orang-orang yang paling berbuat baik kepada pasangannya baik dalam perbuatan maupun perkataan mereka. Sebagaimana dalam Hadits:

قال رسول الله خياركم خياركم لنساءكم لا يضربن أحدكم ظعينته ضربه أمته.

Rasulullah bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri. Janganlah kalian pukul istri kalian seperti halnya kalian memukul budak-budak kalian” (HR Al-Baihaqi).

Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir; penerima beasiswa NU pada tahun 2018. Sumber: NU Online.

Berita Terkait
Baca Juga