8 Fraksi DPR Nilai Sistem Coblos Partai Potensi Kemunduran Demokrasi
Pedomanrakyat.com, Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, untuk merubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau coblos partai.
Permintaan Supriansa adalah sebagai pihak terkait yang mewakili delapan partai politik di DPR yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS yang menyatakan memilih proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (caleg).
“Tidak ada urgensi bagi MK untuk menilai dan menguji kembali materi muatan berkaitan dengan undang-undang a quo (tersebur) sehingga sudah sepatutnya mk menyatakan perkara a quo nebis in idem (menolak),” kata Supriansa dikutip dalam sidang MK yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (26/1/2023).
Sebab, Supriansa menilai, secara sejarah dari adanya Undang-undang Pemilu dan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 telah jelas menyatakan sistem proporsional terbuka untuk pileg.
Jika keputusan itu berubah menjadi tertutup, maka terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia.
“Dalam konteks politik hukum pemilu di Indonesia DPR RI berpandangan potensi kemunduran demokrasi akan terjadi jika pemilu kembali dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup yang hanya memilih parpol,” ucapnya.
Alhasil, lanjut dia, petitum para pemohon judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, justru mereduksi pasal 1 Ayat 2 UUD 1945. Dimana setiap warga negara tidak lagi dapat memilih siapa perwakilan mereka yang dikehendaki untuk duduk di kursi parlemen dan menyuarakan suara masyarakat.
“Dalam konteks sistem pemilu di Indonesia, tidak ada jaminan masalah-masalah yang dikemukakan para pemohon akan mengecil dengan diterapkannya sistem proporsional tertutup,” jelasnya.
Selain itu alasan Pemohon dalam petitum Pasal 422 dan 426 Ayat 3 Undang -Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilainya bisa memicu terjadinya konflik. Apabila dimaknai, secara tekstual, sebab masyarakat tidak memilih perorangan.
“Akan menimbulkan konflik antara para kader parpol di internal, khususnya dengan para Ketum Partai. Karena semua kader pastinya akan merasa patut dan layak dipilih untuk memiliki kursi anggota DPR RI, DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota,” jelasnya.
PDI Perjuangan melalui Anggota DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan memilih sistem proporsional tertutup dan berbeda dengan delapan fraksi partai politik DPR lain. Karena, alasan ingin memberikan ruang bagi partai lebih aktif dalam menentukan calon wakil rakyatnya.