BKKBN Sulsel: Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci Turunkan Angka Stunting

Pedomanrakyat.com, Makassar – Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan, Shodiqin menyebutkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, kolaborasi dan sinergitas lintas sektor menjadi kunci percepatan penurunan stunting.
Hal ini disampaikan, Shodiqin saat memberikan sambutan pada kegiatan Promosi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Khusus bersama anggota Komisi IX DPR RI, Hasnah Syam di Gedung PGRI Kabupaten Wajo, Sabtu (29/07/23)
Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat guna pencegahan stunting dihadiri sebanyak 350 peserta, turut hadir dalam kesempatan ini Kepala Dinsos P2KB P3A, H. Ahmad Jahran.
Shodiqin mengutarakan jika angka prevalensi stunting di Kabupaten Wajo masih tinggi, dimana data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 sebesar 22,6 persen naik 6 persen menjadi 28,6 persen pada tahun 2022.
“Angka stunting Wajo berada di atas Sulsel yaitu 27,2 persen dan Nasional 21,6 persen. Kondisi ini tentunya mejadi perhatian Kita bersama bagaimana Kita bisa bersinergi dan kolaboratif dalam menurunkan angka Stunting di Kabupaten Wajo,” ujar Shodiqin.
Lebih lanjut dikatakan pencegahan stunting tidak bisa dilakukan sepihak namun membutuhkan dukungan dan peran lintas sektor, baik pemerintah, masyarakat dan mitra kerja terkait lainnya, termasuk Komisi IX DPR RI sebagai mitra strategis BKKBN.
Shodiqin menyampaikan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 yang dikemudian ditindaklanjuti Peraturan Kepala BKKBN Nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) terdapat tiga rencana strategis penurunan stunting.
Pertama melalui pendekatan keluarga berisiko stunting lewat intervensi pencegahan dari hulu, yaitu pencegahan lahirnya bayi stunting baru dan penanganan balita stunting.
Kedua melalui pendekatan multi sektor dan pihak yaitu penta helix, dengan kerja sama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan (dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan media).
Ketiga yaitu pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif, yang berfokus pada kesehatan dan kecukupan gizi 3 bulan calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, baduta, didukung dengan penyediaan sanitasi, akses air bersih serta bantuan sosial.
“Dari ketiga pendekatan tersebut, diharapkan dapat berjalan, berkolaborasi dan terintegrasi dalam upaya percepatan penurunan stunting. Harapan kami angka prevalensi stunting di Kabupaten Wajo bisa diturunkan dan mencegah lahirnya stunting baru demi terwujudnya generasi sehat dan berkualitas generasi emas 2045” sebut Shodiqin.
Dalam upaya percepatan penurunan stunting, Shodiqin menyebutkan salah satu kontribusi BKKBN yaitu melalui pengaturan kelahiran lewat penggunaan Alat Kontrasepsi
“BKKBN tidak pernah melarang Bapak Ibu untuk memiliki anak, karena memiliki keturunan merupakan hak setiap keluarga, namun kami menekankan agar kelahiran tersebut dapat diatur secara sehat sehingga resiko melahirkan anak stunting dapat di cegah, dimana ada 7 pilihan kontrasepsi yang bisa di peroleh secara gratis,” ujar Shodiqin
Selain itu, Shodiqin menekankan pentingnya masyarakat menghindari kehamilan berisko atau kehamilan 4 terlalu yaitu terlalu muda melahirkan di bawah 20 tahun, terlalu tua melahirkan diatas 35 tahun, terlalu rapat melahirkan dibawah 2 tahun, dan terlalu sering melahirkan.
“Salah satu faktor penyebab tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi adalah faktor 4 terlalu, selain itu pernikahan di usia dini juga berpotensi melahirkan anak stunting” tutup Shodiqin
Anggota Komisi IX DPR RI, drg. Hj. Hasnah Syam, MARS mengatakan salah satu mitra Komisi IX DPR RI adalah BKKBN dan Kesehatan dimana tupoksi bagaimana memberikan edukasi dan meningkatkan kualitas kesehatan dimasyarakat
“Saat ini, Stunting menjadi fokus pemerintah dan merupakan program prioritas nasional dimana kita menargetkan tahun 2024 angka stunting turun menjadi 14 persen, namun kondisi saat ini angka stunting nasional khusunya Kabupaten Wajo masih sangat tinggi sehingga perlu kerjasama dan kolaborasi lintas sektor dalam menurunkan stunting, padahal organisasi kesehatan dunia WHO menerapkan angka toleransi stunting tiap negara yaitu 20 persen” sebut Hasnah Syam.
Menurunkan stunting, sebut Hasnah Syam merupakan tanggung jawab bersama bagaimana mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045 yang bebas stunting
“Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi penyakit berulang terumata sejak dalam kandungan hingga anak usia dibawah dua tahun atau di 1000 hari oertama kehidupan” terang Hasnah Syam
Dalam kesempatan ini, Hasnah Syam menghimbau agar seluruh masyarakat khusunya ibu hamil dan yang memiliki anak dibawah baduta rutin lakukan pemeriksaan kesehatan dan kehamilan di posyandu.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinsos P2KB P3A Ahmad Jahran mengatakan Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang mengalami penurunan stunting tertinggi di Sulsel, sehingga patut menjadi Pilot Project di Sulsel dalam Percepatan Penurunan Stunting
“Kegiatan ini merupakan, kesempatan yang baik untuk memperoleh informasi tentang apa itu stunting, bagaimana itu stunting dan bagaimana cara mencegahnya mengingat Ibu Hasnah Syam selain menjadi Anggota Komisi IX RI juga merupakan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Barru, jadi kesempatan baik bagi kita menggali informasi bagaimana kiat-kiat menurunkan stunting seperti yang dilakukan Kabupaten Barru” sebut Ahmad Jahran
Lebih lanjut disebutkan, Ahmad Jahran mengatakan tingkat kunjungan ke posyandu di Kabupaten Wajo sebesar 72 persen sehingga perlu ditingkatkan dengan melibatkan kader PKH.
Serta Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk mendorong setuap ibu hamil dan anak baduta memeriksakan kesehatan ke posyandu sehingga stunting bisa di cegah.