BPJS Kesehatan Usul 2 Kriteria dalam Regulasi Kelas Rawat Inap Standar

BPJS Kesehatan Usul 2 Kriteria dalam Regulasi Kelas Rawat Inap Standar

Pedomanrakyat.com, Jakarta – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, kebijakan kelas rawat inap standar (KRIS) dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN) sebaiknya tidak diimplementasikan secara tergesa-gesa.

Apalagi kondisinya sudah berbeda, di mana BPJS Kesehatan tidak lagi mengalami defisit.

Sehingga harusnya kebijakan KRIS bisa difokuskan pada upaya peningkatan mutu layanan.

“Tujuannya harus jelas, mau meningkatkan mutu layanan, atau menutup defisit. Dulu awalnya memang kenapa KRIS ini harus tergesa-gesa (diimplementasikan), karena dulu BPJS Kesehatan defisit. Kalau sekarang kan sudah tidak defisit, makanya kami berharap KRIS ini untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,” kata Ali Ghufron, di Denpasar, Bali, Kamis (13/10/2022).

Karenanya, Ghufron berharap kriteria KRIS tidak hanya mengatur soal bangunan fisik ruang rawat inap, tetapi juga menyangkut hal lain yang berhubungan erat dengan mutu pelayanan.

Ghufron mengusulkan adanya tambahan dua kriteria KRIS, yakni adanya kepastian akses ke dokter dan ketersediaan obat.

“Dari sisi BPJS Kesehatan, kami melihat bahwa esensi orang dirawat itu harus punya akses ke dokter. Percuma juga orang dirawat atau di rumah sakit, tapi berjam-jam tidak ketemu dokternya. Ini banyak terjadi, karena itu BPJS Kesehatan mengusulkan dari 12 kriteria itu ditambah dua, yaitu punya akses ke dokter. Karena dirawat itu intinya dirawat oleh tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis,” kata Ghufron.

Kriteria tambahan kedua adalah ketersediaan obat. Ghufron mengatakan, masih dijumpai tidak adanya obat di beberapa rumah sakit.

“Jadi kami dari BPJS Kesehatan kepingin dalam kelas standar itu memastikan bahwa ada penjaminan orang kalau dirawat di kelas standar ini ada akses ke dokter dan juga obat,” kata Ghufro

Adapun 12 kriteria KRIS yang sudah ditetapkan yaitu 1. Bahan bangunan di rumah sakit tidak memiliki porositas yang tinggi; 2. Ventilasi udara; 3. Pencahayaan ruangan; 4. Kelengkapan tempat tidur; 5. Tersedia nakes satu buah per tempat tidur; 6. Dapat mempertahankan dengan stabil suhu ruangan 20-26 derajat celcius; 7. Ruangan terbagi jenis kelamin, usia, jenis penyakit; 8. Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur; 9. Tirai atau partisi rel dibenamkan atau menempel plafon dan bahan tidak berpori; 10. Kamar mandi di dalam ruangan inap; 11. Kamar mandi sesuai standar aksesibilitas; 12. Outlet oksigen.

“Jadi kita berharap penerapan KRIS ini tidak tergesa-gesa. Diuji coba dan di evaluasi dulu, kemudian secara bertahap diimplementasikan, sehingga tujuannya menjadi jelas,” kata Ghufron.

Berita Terkait
Baca Juga