Bripka H Anggota Polres Parigi Moutong Sulteng jadi Tersangka Kasus Penembakan Pendemo

Bripka H Anggota Polres Parigi Moutong Sulteng jadi Tersangka Kasus Penembakan Pendemo

Pedomanrakyat.com, Sulteng – Polda Sulteng menetapkan anggota Polres Parigi Moutong Bripka H sebagai tersangka kasus penembakan pendemo di Desa Katulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong.

Penetapan tersangka setelah Polda Sulteng melakukan uji balistik dan sampel darah korban di proyektil senjata dimuntahkan Bripka H.

“Sehingga penyidik telah menetapkan Bripka H sebagai tersangka dengan persangkaan Pasal 359 KUHPidana. Ancaman pidana lima tahun penjara,” kata Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Rudy Sufahriadi kepada wartawan, Rabu (2/3).

Rudy mengatakan, hasil uji balistik dan Labfor di Makassar, anak peluru dan protektil pembanding identik dari senjata organik pistol HS 9 dengan nomor seri H 239748 atas nama pemegang Bripka H.

Hasil uji DNA sampel darah yang ditemukan diproyektil dengan darah korban juga identik dengan anak peluru dari pistol Bripka H.

Rudy mengatakan, penyidik hingga saat ini telah memeriksa 14 saksi termasuk Bripka H terkait insiden penembakan tersebut.

Penyidik juga mengamankan satu butir proyektil, satu lembar jaket warna kuning, satu kaos warna biru dongker dan tiga selongsong peluru terkait penyelidikan kasus tersebut.

“Sampai saat ini penyidik ditkrimum polda sulteng, telah periksa 14 orang saksi termasuk Saudara H,” ujar dia.

Dia menegaskan, bakal berikap profesional dalam menangani perkara tersebut. Terlebih, sudah ditetapkan seorang tersangka yang merupakan anggota Polres Parigi.

“Mudah-mudahan ini terakhir kali yang terjadi di Kepolisian RI,” tutup dia.

Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto menjelaskan terkait kondisi di lapangan, ketika aksi unjuk rasa penolakan tambang emas PT Trio Kencana, Sabtu (12/2) malam yang berujung tewasnya Erfadi (21) yang tertembak peluru tajam.

Saat unjuk rasa berlangsung, para demonstran turut memblokade jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan antara Sulawesi Utara (Sulut), Gorontalo, dan Sulteng, sehingga timbul kemacetan panjang.

“Jadi arus lalu lintas yang melintas dari Sulut, Gorontalo, maupun Sulteng terhambat. Jadi kemacetan hampir mencapai 10 km,” katanya saat dihubungi, Senin (14/2).

Adapun kronologi kejadian blokade berlangsung sejak 12.00 Wita Sabtu (12/2). Para demonstran menolak tambang menutup jalan dari dua arah hingga tengah malam.

Karena tak kunjung dibuka, Didik menjelaskan kondisi saat itu mulai memanas sebab masyarakat yang terdampak kemacetan mulai marah. Pasalnya, mobil ambulans pun tidak boleh lewat saat itu.

“Mereka tetap menutup, kalau kita biarkan maka akan menjadi keributan di situ. Karena masyarakat yang mau melintas ini sudah marah juga, para sopir. Karena dia nggak peduli ada ambulans, ada apa, tidak boleh lewat,” tuturnya.

Sehingga, Didik mengatakan jika kepolisian akhirnya mengambil langkah untuk membubarkan secara paksa massa demonstran agar akses jalan kembali membuka blokade jalan. Namun, saat dibubarkan, massa malah melawan.

“Dari pada terjadi konflik, makanya kepolisian mengambil tindakan untuk membuka blokade. Setelah dibubarkan memang terjadi perlawanan. Terakhir diketahui ada 1 korban,” tutupnya.

Berita Terkait
Baca Juga