Gobel Ingatkan Subsidi Pertanian Lebih Prioritas daripada Mobil Listrik
Pedomanrakyat.com, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel, mengatakan sebaiknya pemerintah fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan pada umumnya.
“Subsidi untuk yang papa, bukan untuk yang berdaya. Mari kita gunakan akal sehat dan nurani kita dalam bernegara. Mana yang lebih prioritas dan urgent, membangun pertanian dengan menyubsidi petani dan pertanian atau menyubsidi mobil listrik dan pengusaha kaya?” kata Gobel dalam keterangannya, Senin (15/5).
Hal tersebut Gobel sampaikan menanggapi kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi untuk sepeda motor listrik dan subsidi untuk mobil listrik.
Berdasarkan pemberitaan media massa, subsidi itu besarnya sekitar Rp7 juta untuk sepeda motor dan sekitar Rp25 juta hingga Rp80 juta untuk mobil.
Selain itu, pemerintah juga akan mengganti mobil dinas pejabat eselon I dan eselon II serta sepeda motor dinas dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik.
Anggaran untuk tiap pembelian satu mobil listrik adalah Rp966 juta. Sedangkan anggaran untuk motor listrik adalah Rp28 juta per unit.
Nilai total subsidi sepeda motor listrik untuk periode 2023-2024 mencapai Rp7 triliun. Angka ini belum termasuk subsidi untuk mobil listrik yang nilai subsidi per unitnya jauh lebih besar.
Subsidi itu diberikan kepada produsen kendaraan listrik. Tujuan kebijakan itu untuk mengurangi polusi udara.
Pada sisi lain, saat ini untuk pembelian mobil listrik harus antre berbulan-bulan.
“Jadi sebetulnya tidak ada masalah demand di sini. Pemerintah tak perlu turun tangan lagi. Pemerintah justru harus turun tangan dalam mengurangi kemiskinan serta menguatkan pertanian dan perikanan. Mari kita efektifkan dana negara untuk hal-hal yang prioritas dan mendesak. Keberpihakan kita harus jelas untuk siapa dan kepada siapa,” tandas Gobel.
Legislator Partai NasDem itu mengatakan, para menteri yang menjadi pembantu presiden harus tegak lurus pada visi presiden.
“Kita harus jaga visi presiden yang sudah baik. Jangan ada yang belok-belok. Kita harus jaga APBN untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. APBN itu berasal dari pajak rakyat. Jadi harus kembali ke rakyat,” tegasnya.
Gobel mengaku prihatin dengan kondisi pertanian Indonesia saat ini. Padahal, di masa puncak covid-19 Indonesia bisa swasembada beras.
Namun, tahun 2023 ini pemerintah justru menyiapkan impor beras hingga 2 juta ton. Di awal rencana impor tersebut, Kementerian Pertanian dan BPS (Badan Pusat Statistik) menyampaikan produksi padi Indonesia mencukupi kebutuhan nasional.
Namun, Bulog menyatakan cadangan beras di gudang Bulog justru menipis. Sesuai regulasi maka impor harus dilakukan.
“Kita tidak perlu berdebat soal keabsahan data, namun yang pasti subsidi pupuk untuk petani terus menurun. Ini tentu merupakan masalah besar bagi petani. Petani kita mayoritas petani gurem. Mereka petani kecil yang hasilnya cukup buat hidup sehari-hari saja, sehingga saat musim tanam mereka butuh bantuan pupuk dan bibit. Itu pun hanya sebagian saja yang mendapat pupuk subsidi. Jika subsidi dikurangi maka bisa dibayangkan apa yang terjadi pada mereka,” urainya.
Berdasarkan data, kata Gobel, anggaran untuk subsidi pupuk mengalami penurunan terus dalam lima tahun terakhir.
Pada 2019 subsidi pupuk Rp34,3 triliun, 2020 Rp31 triliun, 2021 Rp29,1 triliun, 2022 Rp25,3 triliun, dan pada 2023 Rp24 triliun. Dalam lima tahun ini, subsidi pupuk berkurang hampir Rp10 triliun.
“Ini angka yang sangat besar,” jelasnya.
Sebagai wakil rakyat, tambah Gobel, ia selalu menerima pengaduan dari para petani.
“Di masa tanam sulit dapat pupuk dan bibit. Namun, saat panen harga gabah jatuh dan hasil produksinya pun tak diserap Bulog karena kualitas gabahnya medium sehingga tak sesuai kriteria Bulog,” papar Gobel.
Selain itu, imbuhnya, pascapanen ada masalah pengeringan dan penyimpanan, sehingga jika gabah digiling maka beras menjadi pecah atau warna beras buram.
“Jadi, pemerintah harus membantu juga penanganan pascapanen melalui mesin pengering dan alat panen yang modern. Kita harus perbanyak pengadaan alsintan. Ekosistem pertanian yang baik belum tercipta dan belum sesuai perkembangan zaman. Di sini negara harus hadir,” katanya.
Gobel mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah di sektor pertanian.
“Selain ada hal-hal teknis dan edukasi, yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan instrumen fiskal dan APBN,” katanya.
Menurutnya, APBN adalah instrumen sangat penting dalam melakukan perubahan suatu bangsa.
“APBN didistribusikan ke mana dan untuk siapa. Ini yang harus dilihat mengapa Indonesia tak maju-maju,” ujarnya.
Lebih lanjut Gobel menegaskan, sektor pertanian adalah sektor yang sangat strategis. Pertama, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang sangat besar.
Kedua, sektor pertanian memberikan pangan pada bangsa. Nasib bangsa besar akan sangat rawan jika pangan pokoknya tergantung bangsa lain.
Ketiga, sektor pertanian berada di desa sehingga menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dan menjadi penggerak ekonomi desa.
“Jadi jangan main-main dengan pertanian,” tambahnya.
Selain pertanian, kata Gobel, pemerintah juga harus memprioritaskan sektor perikanan dan perkebunan.
“Intinya soal pangan. Dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan. Sektor pangan juga menyerap lapangan kerja yang sangat besar,” tegasnya.
Selain itu, kata Gobel, masalah kemiskinan harus ditanggulangi secara organik.
“Tidak bisa dengan cara instan. Bansos dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu untuk kondisi darurat, bukan solusi sejati dalam penanggulangan kemiskinan. Ibarat aspirin, itu tak mengobati penyakitnya, hanya menghilangkan simtomnya (gejala) saja. Jadi jangan bangga dengan turunnya angka kemiskinan jika faktornya karena Bansos dan BLT,” ucapnya.
Penyelesaian secara organik, katanya, yakni dengan memberdayakan orang miskin melalui ekosistem usaha yang membantu mereka bangkit dan berdiri di atas kaki sendiri.
Gobel mengingatkan, ada dua hal yang mengganggu pertanian dan pangan dunia saat ini.
Pertama, perang Rusia-Ukraina. Negara-negara eks Uni Soviet merupakan penghasil utama kalium yang menjadi bahan utama pupuk.
Karena itu, perang tersebut berdampak terhadap pasokan dan harga pupuk dunia. Hal itu, katanya, makin membebani petani dan memiliki dampak terhadap kualitas dan produktivitas pertanian.
Kedua, perubahan iklim memiliki pengaruh terhadap sektor pertanian. Akibat cuaca yang berubah-ubah, kualitas dan produktivitas pertanian terganggu. Karena itu ia berpendapat Indonesia harus memperkuat kedaulatan pangannya.
“Jumlah penduduk kita sangat besar. Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada pangan? Kita harus fokus pada pertanian dan industri pangan. Jadi anggaran negara harus ke pertanian, perikanan, dan pangan, bukan ke kendaraan listrik,” tegas legislator dari Dapil Gorontalo itu.
“Sebagai pimpinan DPR, saya prihatin sekali dengan subsidi mobil listrik. DPR, melalui Komisi XI akan mendorong untuk mengundang Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk membahas anggaran ini. Mana yang mau kita prioritaskan dan mendesak,” pungkasnya.