KPID Sulsel Ajak Perempuan Jadi Agen Literasi dan Kawal Pemilu Damai
Pedomanrakyat.com, Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan mengadakan, workshop perempuan, berlangsung di Travellers Hotel Phinisi, Jumat (24/11/2023).
Kegiatan tersebut mengangkat tema “Perempuan Mengawal Pemilu Damai di Sulawesi Selatan”. Menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten.
Workshop perempuan ini dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama menghadirkan Narasumber Aktifis Kesetaraan Gender Sri Wulandani dan Komisioner KPID Sulsel Siti Hamidah.
Kemudian, sesi kedua menghadirkan narasumber dari pengamat politik Rahmat Saiyed dan Komisoner KPID Sulsel Nurmadhani Fitri Sayuti.
Ketua KPID Sulsel Irwan Ade Saputra mengatakan, kegiatan ini telah menjadi agenda dari program kerja dari KPID Sulsel 2023. Di mana KPID Sulsel juga melibatkan peran serta perempuan untuk mengawal pemilu di Sulsel.
“Dalam pemilu perempuan punya porsinya sendiri dalam mengawal pemilu karena dia (perempuan) juga bisa mempengaruhi warga. Selain itu, keterkaitan perempuan dalam pemilu juga diberikan peluan yang sama dengan laki-laki,” kata Ade.
“Dalam penyiaran kita akan memberikan ruang juga buat perempuan melalui kegiatan ini yang ditambah dengan narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing,” lanjutnya.
Irwan Ade menjelaskan, kegiatan ini juga tidak terbatas hanya sebatas workshop semata, melainkan harus bisa berperan aktif dalam konten-konten kreatif.
“Nantinya perempuan juga akan dilibatkan ke dalam konten-konten penyiaran untuk menyuarakan terkait pemilu damai,” bebernya.
Komisoner KPID Sulsel, Siti Hamidah mengatakan, kegiatan ini untuk mengawal teman-teman perempuan agar lebih kritis, khususnya dalam mengawal regulasi penyiaran.
“Apalagi baru-baru ini keluar regulasi PKPI nomor 4 tahun 2023 yang tentunya kami mengharapkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengawal mengawasi konten siaran terkait kampanye iklan layanan masyarakat dan konten terkait kepedulian lainnya,” jelas Mimi sapaan akrabnya.
Menurut Mimi, Perempuan menjadi konsentrasi khusus di dalam penyiaran. Di mana, sesuai data 56 persen penonton itu dari perempuan, begitupun objektivitas perempuan di lembaga penyiaran itu sangat tinggi.
“Perempuan orang yang memproduksi siaran, tetapi terkadang di dalam pelaksanaannya perempuan sebagai pelaku dijadikan objek, makanya perempuan selalu patron khusus untuk meliterasi,” terangnya.
Lanjutnya, perempuan juga diharapkan menjadi agen literasi, karena lebih banyak di rumah mengawal tumbuh kembang anak. Maka dari itu perempuan menjadi garda terdepan meliterasi.
Selain itu dalam pelaksanaannya, perempuan juga menjadi menjadi objek khusus, karena itu paling banyak wadah berkumpulnya. Misalnya majelis taklim yang terdiri dari ratusan orang.
“Jadi perempuan itu mampu mempengaruhi orang-orang di sekelilingnya, khususnya di keluarga itu sendiri, karena perempuan adalah salah satu indikator terpenting di rumah tangga,” terangnya.
Komisioner KPID Sulsel, Nurmadhani Fitri Suyuti menambahkan, kegiatan ini fokus ke Perempuan, karena sekarang sudah ada di era yang sangat mudah mengakses informasi.
Selain itu kata Fitri, untuk meminimalisir terjadinya kekacauan dalam informasi baik itu mis informasi ataupun dis informasi, karena mereka punya peran sebagai jendela arus informasi.
“Jadi kalau misalnya mereka mampu untuk belajar bagaimana meliterasi terkait dengan kemampuan mereka untuk mencegah informasi-informasi yang sifatnya bisa merugikan. Seperti hoax dan lain-lain atau hate speech itu maka inilah yang harus dilakukan adalah dengan literasi perempuan,” kuncinya.
Salah satu narasumber dari Aktivis Kesetaraan Gender Sri Wulandani mengatakan, perempuan dalam melakukan peranannya dalam pemilu bisa pemilu, bisa menjadi pelaku, pemilih, bahkan masyarakat biasa.
“Peserta pemilu tugasnya melakukan kampanye, sedangkan untuk penyelenggara tugasnya mengawal pemilu damai. Jadi ketika perempuan ingin mengawal pemilu damai, harus bisa memahami terlebih dahulu aturan dari pemilu,” ujarnya.
Sri Wulandani juga menjelaskan terkait banyaknya mis informasi yang ada dalam pesta demokrasi melalui konten-konten yang tersebar di sosial media.
“Hoax politik yang telah dijumpai oleh perempuan itu banyak dan kebanyakan perempuan mendiamkan berita hoax tersebut yang telah terhitung sekitar 70 persen dan hanya sekita 25 persen yang melaporkan hal tersebut. Penelitian ini dilakukan berdasarkan pemilu di tahun pemilu sebelumnya,” ungkap Sri Wulandani.
Sebenarnya, perempuan memiliki potensi dalam mengawal pemilu, karena memiliki peran ganda. Perempuan bisa mendistribusikan informasi yang baik ke orang-orang terdekatnya atau keluarganya.
“Perempuan juga memiliki kemampuan untuk mendistribusikan informasi melalui media, baik itu penyiaran ataupun digital. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk menyebarluaskan berita baik melalui platform media sosial,” pungkasnya.