Menhut Raja Juli: Sejengkal Pun Saya Tak Pernah Lepas Fungsi Hutan Sumut, Sumbar, dan Aceh

Menhut Raja Juli: Sejengkal Pun Saya Tak Pernah Lepas Fungsi Hutan Sumut, Sumbar, dan Aceh

Pedomanrakyat.com, Sumatera – Menteri Kehutanan RI, Raja Juli Antoni menyatakan, dirinya tidak pernah memberikan izin pelepasan kawasan hutan di Pulau Sumatra selama menjabat.

Hal ini disampaikan Raja Juli dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR di Jakarta, Kamis (4/12).

Selama menjabat, Raja Juli mengaku hanya memberikan izin pembukaan lahan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).

Selain PSN, ia menyebut hanya pernah memberikan izin pelepasan untuk pembangunan IAIN di Bima NTB.

“Saya tidak pernah menerbitkan pelepasan kawasan kecuali satu di luar PSN, yaitu pelepasan kawasan untuk kepentingan IAIN di Bima,” kata Raja Juli, Kamis.

“Di luar itu, saya bisa bersaksi, saya secara ketat seperti yang diperintahkan Pak Presiden, tidak pernah menurunkan fungsi hutan. Di tiga provinsi terdampak, satu jengkal pun saya tidak pernah melakukan pelepasan kawasan,” imbuhnya, menegaskan.

Politikus PSI itu mengaku hanya pernah mengeluarkan empat izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) selama menjabat.

Izin yang diberikan pun untuk jasa lingkungan dan restorasi ekosistem.

Lebih lanjut, Raja Juli meminta dukungan DPR untuk perbaikan tata kelola kehutanan.

Di antaranya adalah revisi UU Kehutanan dan mengembalikan ketentuan minimal 30 persen tutupan hutan daerah aliran sungai (DAS) per pulau yang dihapus UU Ciptaker.

“Pada undang-undang sekarang, hutan produksi dan hutan lindung itu otoritasnya di provinsi. Sementara tapaknya, hutan produksi dan hutan lindung itu ada di kabupaten/kota,” kata Raja Juli.

Raja Juli menegaskan diperlukan perubahan struktural dengan revisi undang-undang untuk memperkuat perlindungan kawasan hutan.

Menurutnya, pemerintah dan DPR harus belajar dari masa lalu mengenai silang-sengkarut pengelolaan hutan.

“Ketika dulu Orde Baru dikritik bahwa sistem sentralisasi menyebabkan kerusakan hutan dan kemudian didesentralisasi, hutan kita tambah rusak, ketika dulu bapak-bapak bupati, bapak-bapak gubernur memiliki otoritas alih fungsi hutan,” kata Raja Juli.

“Kemudian dikompromikan dengan sistem kongruen, ada di pusat ada juga di daerah, tertapi juga tidak terjangkau. Tapaknya (hutan) ada di kabupaten/kota, dinasnya tidak ada di kabupaten/kota,” katanya.

Berita Terkait
Baca Juga