Polisi Sebut Rata-Rata 9 dari 10 Gadis Remaja di Malaysia Kecanduan Seks
Pedoman Rakyat, Malaysia – Polis Diraja Malaysia (PDRM) melakukan survei yang menemukan, rata-rata 9 dari 10 responden gadis remaja di “Negeri Jiran” mengaku kecanduan seks.
Para responden dalam survei polisi nasional Malaysia itu bahkan sadar perbuatannya melanggar moral dan berdosa menurut agama, tetapi tak bisa menahannya.
Menurut Asisten Direktur Divisi Investigasi Seksual, Perempuan, dan Anak (D11), Siti Kamsiah Hassan, Petugas Psikologi di D11 sedang mempersiapkan studi tentang masalah yang melibatkan ribuan remaja perempuan dalam kasus pemerkosaan, atau kasus yang diselidiki sesuai dengan Pasal 376 (1) KUHP Malaysia.
Dia mengatakan, pihak berwenang menemukan bahwa remaja yang pertama kali melakukan seks bebas menjadi kecanduan. “Lebih mengkhawatirkan jika melibatkan remaja. Banyak dari mereka berusia 16 tahun ke bawah,” katanya kepada Harian Metro. “Penelitian-penelitian menemukan bahwa sebagian besar dari orang-orang ini memiliki tingkat hasrat seksual yang tinggi.”
“Awal tahun ini saja, tim D11 menerima dua kasus yang melibatkan gadis remaja yang menawarkan jasa seks. Mereka berhubungan seks untuk tujuan kepuasan diri dan kesenangan,” lanjutnya dikutip dari World of Buzz, Senin (27/9/2021).
“Dalam satu kasus, remaja tersebut menawarkan layanannya kepada enam pelanggan, dan bahkan ketika diwawancarai, dia bilang kecanduan melakukannya.”
“Situasinya bahkan lebih buruk ketika anggota keluarga tidak tahu tentang kegiatan anak-anak mereka di luar. Mereka sepenuhnya mempercayai anak-anak mereka.”
Salah satu gadis dalam survei itu menyadari, tindakannya berdosa dan merugikan masa depannya.
Lebih lanjut Siti Kamsiah memaparkan, masalah ini sulit dicegah karena orangtua tidak memantau keberadaan anak perempuannya, sehingga menyebabkan gadis itu terlibat dalam aktivitas seksual.
“Mereka tidak diajari bagaimana menjalani hidup sebagai anak-anak dan remaja hingga akhirnya terjebak dengan aktivitas tersebut,” terangnya.
“Orang-orang ini tidak memiliki agen tetapi menggunakan media sosial untuk mencari pelanggan. Mereka bersedia menawarkan diri mereka serendah 50 ringgit (Rp 170.000) untuk melakukan hubungan terlarang.” Namun, Siti Kamsiah menambahkan, setelah wawancara dilakukan ternyata uang bukanlah pendorong utama, karena kepuasan berhubungan seks lebih diprioritaskan. Ia pun mendesak, perbuatan ini harus dihentikan agar tidak menyebar di masyarakat.
“Lebih meresahkan jika ada oknum yang memanfaatkannya. Remaja-remaja ini tidak terdidik dengan baik sementara orang tua tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang memadai,” ucap Siti.
Biasanya, orangtua dari remaja yang ‘terabaikan’ ini tidak dapat mengantisipasi risiko dan ancaman di sekitar anak-anak mereka, selain memberikan terlalu banyak kepercayaan.”
“Ini akhirnya mengarah pada kasus pemerkosaan ketika beberapa remaja melakukan tindakan itu dengan kenalan baru d media sosial. Di sinilah masalah dimulai ketika mereka akhirnya menjadi kecanduan,” pungkas Siti.