Rusdi Masse Pimpin Kunker Komisi IV DPR Tinjau Pengrusakan Lingkungan di Penajam Utara, Kaltim

Rusdi Masse Pimpin Kunker Komisi IV DPR Tinjau Pengrusakan Lingkungan di Penajam Utara, Kaltim

Pedoman Rakyat, Jakarta – Masyarakat Desa Mentawir Kecamatan Sepaku, Kabupaten Paser Penajam Utara Provinsi, Kalimantan Timur. Melayangkan surat laporan ke Komisi IV DPR RI, di Jakarta.

Surat tersebut perihal Pengaduan Masyarakat Desa Mentawir, atas Dugaan Tindak Pidana Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan dan Pencemaran Baku Mutu Air yang dilakukan oleh PT. Pasir Prima Coal Indonesia (PPCI).

Penganduan dari Masyarakat itu di tanda tangani oleh Ketua Adat Mentawir, Sahnan dan toko masyarakat, H. Mohammad Nasir. Selalu penerima kuasa mewakili warga masyarakat Mentawir, Kecamatan Sepaku Kabupaten Paser Penajam Utara Provinsi Kalimantan Timur.

“Bersama ini melaporkan atau mengadukan perbuatan dugaan tindak pidana Pencemaran, Perusakan Lingkungan Hidup, Perusakan Hutan dan Pencemaran Baku Mutu Air yang dilakukan oleh perusahaan PT. Pasir Prima Coal Indonesia (PPCI) di Desa Mentawir,” tulis dalam surat pengaduan yang diberikan ke Komisi IV.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kelautan. Mengecek langsung di lapangan.

Rombongan tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi NasDem, Rusdi Masse. Terlihat untuk sampai ke lokasi sendiri, rombongan harus menaiki kapal kecil.

“Saya hadir langsung ke lokasi bersama tim guna melihat secara langsung lokasi yang disinyalir mengakibatkan pencemaran lingkungan tersebut,” jelas Rusdi Masse di lokasi bekas penambangan, Selasa (14/12/2021).

Pria yang akrab disapa RMS itu mengaku prihatin melihat situasi di daerah tersebut. Karena air danau bekas galian tambang yang mencemari lingkungan hingga ke perairan.

“Mengakibatkan mata pencaharian masyarakat menjadi hilang dalam menangkap dan memelihara ikan,” ujar Ketua NasDem Sulsel ini.

Selain itu kata dia, lubang bekas tambang yang ditinggalkan perusahaan itu membahayakan masyarakat. Dimana terdapar tebing yang curam dan airnya menjadi asam, sehingga mengakibatkan pohon di sekitar mati.

Bahkan lanjutnya, air limpasan yang ada mencemari sungai. Sementara dulunya di tempat itu digunakan masyarakat untuk air minum.

“Sekarang hanya untuk MCK (mandi cuci kakus) untuk membilas karena tercemari,” ungkapnya.

Lanjutnya, dengan melihat kondisi kerusakan yang ada, maka kita akan melihat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam memberikan aturan hukum seperti apa.

“Jadi, itu yang akan kita jadikan rekomendasi untuk dijalankan. Jika memang diperlukan dibawa ke jalur hukum,” tutupnya.

Berita Terkait
Baca Juga