Sidang Dakwaan, Wakil Ketua DPRD Takalar dari Golkar Terancam 10 Tahun Penjara

Sidang Dakwaan, Wakil Ketua DPRD Takalar dari Golkar Terancam 10 Tahun Penjara

Pedoman Rakyat, Makassar – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Takalar, Muhammad Jabir alias Daeng Bonto terancam hukuman maksimal, selama 10 Tahun Penjara dan denda Rp 10 Miliar usai dijatuhi dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel, Rabu 10 Februari 2021.

Dalam dakwaannya, JPU menduga terdakwa, Muhammad Jabir alias Daeng Bonto itu dengan sengaja menyuruh orang lain merusak hutan dengan cara menebangi pohon didalam Hutan Suaka Margasatwa Komara, Kabupaten Takalar untuk kepentingan pribadi.

“Bahwa Terdakwa H. Muhammad Jabir alias Daeng Bonto bersama-sama dengan Baharuddin Daeng Nyonri, serta Rambo Daeng Talli (Terdakwa dalam berkas terpisah) sebagai orang yang melakukan dan turut serta melakukan perbuatan melawan hukum di dalam kawasan Suaka marga Satwa Komara dan Hutan Produksi Kabupaten Takalar, telah menebangi pohon dengan cara merebahkan dan menggusur pohon-pohon kemudian tanah-tanahnya disingkirkan menggunakan 1 (satu) unit Excavator merk HYUNDAI Tipe ROBEX 210 7-H Nomor 61N10701Y0045-26 warna kuning yang dikemudikan oleh BAHARUDDIN DAENG NYONRI selaku Operator dan Lk. RAMBO DAENG TALLI selaku pengawas atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan,” ujar JPU Kejati Ridwan Syahputra, Rabu (10/2)

Ridwan lebih lanjut mengatakan, lokasi tempat penebangan pohon oleh Terdakwa itu kata Ridwan telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Hutan Produksi, itu ditetapkan pada tanggal 14 Oktober 1999 sesuai SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor SK.911/Kpts.II/1999.

Perbuatan Terdakwa kata Ridwan dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan iklim mikro disekitar kawasan tersebut dan dapat mengakibatkan terjadinya longsor karena berkurangnya nilai konservasi pada kawasan tersebut dan merusak tata air.

“Karenanya Terdakwa Muhammad Jabir alias Daeng Bonto diancam dengan Pidana penjara Maksimal 10 Tahun dengan denda Rp 10 Miliar, sesuai yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 50 ayat (3) huruf e Jo Pasal 79 ayat (5) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo pasal 56 ayat (1) ke (1) KUHP,” ujarnya.

Kemudian kedua, diancam pidana dalam Pasal 19 ayat (1) jo Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Berita Terkait
Baca Juga