Sudah tidak Relevan, UU Pengadilan HAM Perlu Revisi

Sudah tidak Relevan, UU Pengadilan HAM Perlu Revisi

Pedomanrakyat.com, Jakarta –  Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menilai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia perlu direvisi. UU tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

“Jika kita melihat ada problem di UU itu, dari beberapa diskusi, akhirnya saya sampai pada kesimpulan, kita butuh revisi. UU 26 Tahun 2000 tidak bisa dipertahankan dengan kondisi yang sekarang. Kita harus revisi,” kata Taufik dalam diskusi yang diselenggarakan Komnas HAM, di Jakarta, Kamis (15/6).

Taufik mengatakan UU Pengadilan HAM tidak bisa memenuhi ekspektasi untuk menyelesaikan masalah HAM berat. Banyak pelanggaran HAM berat justru terhambat penyelesaiannya karena UU tersebut.

Menurut Legislator NasDem dari Dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) itu, UU tersebut hanya mendefinisikan pelanggaran HAM berat ke dalam dua kategori, yakni genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan, kejahatan terhadap kemanusiaan tidak dijelaskan secara detail di aturan tersebut.

Hal itu, tambah Taufik, menyebabkan kerancuan dalam mengategorikan kejahatan sebagai pelanggaran HAM berat. Jadi, menurut Taufik, pengadilan kerap kesulitan memahami pengertian dari jenis kejahatan tersebut.

“Ini membuat penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dan pasca UU 26/2000 menjadi terkendala hingga saat ini,” tandasnya.

Lebih lanjut Taufik mengatakan, awal mula pembentukan UU Pengadilan HAM dibuat karena alasan politis. Saat itu pemerintah khawatir pelanggaran HAM berat diadili di dunia internasional. Salah satunya adalah kasus HAM Timor Timur.

“Harapan kita, kita menganggap pengadilan HAM itu bisa mengadili seluruh problem pelanggaran HAM yang ada di Indonesia,” tukas Taufik.

Berita Terkait
Baca Juga