Pedomanrakyat.com, Jakarta – Melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, pemerintah menargetkan tiga juta rumah dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan rakyat. Jika target tersebut bisa dicapai, akan memberikan efek besar terutama bagi perputaran ekonomi nasional yang lebih luas.
“Namun, pembangunan tiga juta rumah ini juga memiliki risiko lingkungan dan sosial yang perlu diperhatikan. Ada keterbatasan lahan yang kadang memaksa pembangunan di lokasi yang kurang ideal, seperti lahan tangkapan air, lahan produktif, dan kawasan lindung,” ungkap anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai NasDem, Teguh Iswara Suardi, dalam Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).
Teguh juga mengingatkan pemerintah agar pembangunan tidak dilakukan di lokasi-lokasi yang dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti risiko banjir di perkotaan. Penting untuk melakukan pendekatan inklusif dalam proses pembangunan.
Baca Juga :
“Saya berharap proyek ini tidak hanya fokus pada hasil akhir bagi masyarakat yang akan menempati rumah, tetapi juga memperhatikan manfaat selama proses konstruksi berlangsung,” tegas Teguh.
Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Selatan II itu pun berharap pembangunan besar itu bersifat inklusif, baik dalam pemilihan material, produsen bahan bangunan, hingga tenaga kerja.
“Harus ada keterlibatan masyarakat lokal dan produsen daerah, agar perputaran ekonomi selama proses konstruksi juga dinikmati masyarakat luas,” tegasnya.
Teguh juga menyoroti disparitas kualitas tenaga kerja di daerah, terutama dibandingkan dengan tenaga kerja di Pulau Jawa.
Teguh mengusulkan agar pembangunan di daerah dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat setempat dan peningkatan kualitas tenaga kerja lokal.
“Kualitas tenaga kerja di daerah harus ditingkatkan agar mereka juga dapat terlibat dalam proyek besar, sehingga manfaat ekonomi dapat dirasakan lebih luas dan tidak selalu bergantung pada tenaga kerja dari Jawa,” terangnya.
Lebih jauh Teguh menekankan pentingnya pengembangan ekosistem di kawasan permukiman, agar tidak hanya fokus pada penyediaan rumah, tetapi juga memikirkan ekosistem pendukungnya. Antara lain memperhatikan fasilitas umum dan layanan sosial yang akan menunjang kehidupan warga di kawasan permukiman tersebut.
“Pentingnya fasilitas umum yang lengkap agar perumahan yang dibangun tidak berakhir kosong atau tidak ditempati dan tidak menimbulkan masalah baru di masa depan,” pungkas Teguh.
Rapat kerja itu menjadi langkah penting untuk merumuskan kebijakan yang berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan perumahan di Indonesia. Komisi V berharap pembangunan ini dilaksanakan dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berimbang demi kesejahteraan masyarakat.
Komentar