Pedomanrakyat.com, Makassar – Senin siang di depan Baruga Balang Tonjong, Antang, massa loyalis Supratman ‘Mannangapa Supra ja’ melebur mengharubiru di Posko yang tak pernah sepi jauh sebelum pendaftaran Calon Legislatif, hingga kini.
Supratman, sang petarung dari ‘Timur kota’ yang ketiga kalinya terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kecamatan Manggala – Panakkukang bagai ‘magnit’ yang mampu memukau konstituennya.
Karena itu, semua pendukungnya setia menanti kedatangan ‘Sang Legenda’ usai dilantik sebagai Ketua DPRD Makassar, Senin pagi (9/9).
Baca Juga :
Supra, sapaannya, sebagai ‘legenda’ di Posko ‘abadi’nya yang sejak 2009 hingga kini tetap tegak di depan ‘danau’ tempatnya bermain sejak kecil hingga menjadi ‘pejuang’ bagi kemasylahatan masyarakat, kini meraih hasilnya menjawab tantangan loyalisnya yang setiap saat diajak berjibaku.
Mengenal anak muda ‘petarung’ ini, di atas danau Balang Tonjong, rumah keramba ikan saya, 15 tahun lampau, atas rekomendasi seorang sahabat yang sebelum jadi Lurah Antang, bersama jadi Penyelenggara Pemilu 2004. Saya Ketua Panwaslu, almarhum H.Burhanuddin Razak Anggota PPK Kec Manggala.
Beliaulah yang ‘menitip’ agar Supratman dan alm Syafri Razak bisa jadi Tim pemenangan Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pilgub Sulsel.
Pertemuan saya singkat, setelah mendengar percakapan saya dengan Wagub SYL pertelepon, dia pun pamit. Dan, ditangannya, SYL menang di Kecamatan Manggala.
Beberapa waktu kemudian, Pilwali juga bergulir. Di Pekarangan Kantor Camat, digelar hiburan musik ‘Cilada’ dihadiri Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin (IAS) yang lagi ‘pemanasan’ untuk oppo. Saat itu, Supratman dan alm Syafri Razak (adik alm Burhanuddin Razak) juga hadir. Dan ternyata jadi tim pak IAS. Singkat cerita IAS menang juga di Manggala.
Supratman anak seorang guru yang dikenal baik bersahaja dan mudah bergaul. Awalnya, dia menyaru hidupnya sebagai honorer di Kantor Camat Manggala. Namun ‘tangan dingin’nya tiap meramu sebuah ‘tim work’ ternyata ampuh. Hal ini berapakali saya buktikan. Baik kerja kerja dalam perebutan Piala Adipura maupun menata dan memoles Pesta rakyat pada Perayaan HUT RI, termasuk piawai.
Karenanya ketika pertama ikut Caleg dari Partai Nasdem sekalipun nomornya hampir bontot, tetap mulus meraih suara.
Pengalaman 15 tahun sebagai Ketua FK LPM Kecamatan Manggala, saya sering dia mintai tanggapan dan pendapat. Dalam perbincangan, nampak dia tetap memelihara adabnya yang santun, sebagai adik.
Seingat saya, jarang bahkan hampir tak pernah saya mengulangi permintaan atau masukan untuk kelancaran penganggaran proyek hasil Musrenbang di Banggar DPRD Makassar, ketika dia ‘menentukan’ di Dewan. Bak pepatah, sekali mendayung dua tiga pula terlampaui.
Orangnya cerdas dan mudah mengerti masalah di lapangan. Itu mungkin karena memahami tupoksi dan asal dapilnya yang wajib dibantu mewujudkan keinginan masyarakatnya.
Terngiang di telinga saya harapan sejumlah anggota DPRD Makassar yang menyambangi kediaman saya ketika masih tahap perhitungan suara di PPK.
Supra saat itu datang bersama H. Jufri Pabe ke Sanggar Seni Pendopo Aspirasi saya. Dengan senyum sumringah mereka berdua bergandengan. Sebelumnya, keduanya merupakan seteru dalam bersaing sesama Partai.
Mungkin karena keduanya takut kalah hingga melipatgandakan kemampuannya mencari pemilih. Dan keduanya berhasil duduk dengan meraup angka tertinggi.
“Semoga Kak Supra jadi Ketua”, tutur Imam Musakkar yang juga oppo dari PKB. Anggota Dewan ‘oppo’ yang duduk semeja dengan saya, Fasruddin rusly (F-PPP), Andi Suharmika (F-Golkar), Alhidayat Syamsu F-PDIP (Terpilih DPD RI untuk Sulsel), hampir serempak menyuarakan “Aamin..” Saya juga reflek mendoakan.
Sehari sebelum dilantik, saya melihat video gladinya yang “jebol” di medsos. Saya mengirim ke WAnya dan memberi ucapan selamat kepadanya.
“Makasih, Titip doa ta semoga bisa melaksanakan amanah ini, Pung”, tulisnya ketika membalas chat saya. Dan, doanya Pak Ketua DPRD Makassar ini saya Aamiinkan lagi.
Ekh, hampir lupa sarannya dinda, agar saya tak perlu ikut ‘cawe cawe’ dalam Politik Praktis. Menurutnya, saya cukup jadi tokoh masyarakat dan “orang tua” di Manggala saja.
Saya pikir, betul juga karena sejak dulu saya tak pernah berhasrat ‘mendua’kan Profesi Wartawan saya dengan meloncat ke Parpol sekalipun banyak yang menawarkan. Bahkan pernah salah satu Parpol mendudukkan saya sebagai Penasehat Partai. Terpaksa saya tolak karena harus pamit dari jabatan saya di PWI. Mirisnya, saya juga jadi korban ‘pembisik’ karena politik praktis ini. Ha.. ha..ha..
Cocoki…Ingat, sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat. Tetaplah mengurus rakyat. Salamakki, ndikku.
Komentar