Pedomanrakyat.com, Barru – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan mengungkapkan masalah yang dihadapi masyarakat di wilayah blank spot area.
Hal tersebut disampaikan, Komisoner KPID Sulsel Siti Hamidah, dalam acara literasi penyiatan sehat dengan tema “Cerdas Memilih Siaran di Area Blankspot”, di Hotel d’Shining, Kabupaten Barru, Kamis (7/12/2023).
Pertama kata Hamidah, sumber siaran Televisi (TV) di area blank spot terbatas, karena masyarakat hanya memakai layanan penyiaran berlangganan, khsusunya TV satelit.
Baca Juga :
“Jadi (TV satelit) itu akan bahaya untuk mindset berpikir kita, karena bagi kami di regulasi penyiaran, tontonan adalah tuntunan. Karena kadang apa yang kita tonton itu kita implementasikan,” beber Hamidah.
Olehnya itu kata dia, KPID Sulsel harus selalu memberi literasi kepada masyarakat bahwa ini tontonan baik untuk diserap, begitu pun yang kurang baik dari sisi penyiarannya.
Kedua sebut dia memanfaatkan siaran media baru, sekarang ini anak-anak lebih banyak untuk mendiskusikan siaran yang menggunakan gedget atau internet. Bahkan mindset berpikir mereka tentang digitalisasi adalah siaran youtube dan nexflis.
“Padahal nyatanya tidak seperti itu, kenapa? Karena tingkat kepercayaan TV dan radio itu masih diatas 50 persen, orang-orang didaerah masih meyakini siaran dan informasi di TV,” beber Mimi sapaan akrabnya.
Hal tersebut dikarena TV dan Radio telah melalui berbagai macam filterisasi dan juga melalui pengawasan berdasarkan regulasi, sehingga tingkat akurasinya lebih tinggi dari media lain.
Lanjut Mimi, adapun dampka dari manfaatkan media baru yakni siaran yang ditampilkan tidak ada filterisasi di dalamnya, sehingga rentan terpapar konten tidak pantas.
“Jadi semua bebas dan terbuka, semua kita serap, tergantung pribadinya kita bagaimana memanfaatkan media yang baru itu semaksimal mungkin,” terangnya.
Begitu juga kata dia, TV dan Radio tidak menutup kemungkinan terjadi, tetapi resikonya sangat rendah dibandingkan media baru yang ada di gadget, karena telah melalui fiterisasi.
Ia juga menambahkan, dengan keterbatasan itu akan muncul pengaruh budaya baru, karena paparan konten yang diproduksi kemudian diimplementasikan menjadj budaya dan trend baru di masyarakat.
“K-Pop ini contoh terpapar dengan budaya-budaya baru, sekarang menjadi trend, bahkan saking trendnya banyak anak-anak diusia SMA sederajat itu panggil kakak bukan lagi Daeng tapi Oppa,” ujar Mimi.
“Na itu salah satu budaya asing yang kita tarik ke budaya kita dan menggerus budaya asli khsusnya kita suku Ogi, biasanya panggil daeng sekarang sudah panggil Oppa sekarang. Ini disayangka kerena mereka sangat menghargai budaya kita,” lanjutnya.
Olehnya itu, KPID Sulsel giat melakukan literasi dan konsen ke adek-adek calon generasi muda, khsusunya SMA dan Mahasiswa baru di Univeristas. Karena usia inilah yang rentang mengadopsi siaran-siaran negatif, kemudian mengimpementaasikan.
Senada, Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari menuturkan bahwa, ada beberapa poin yang bisa dialukan dalam mengatasi wilayah blank sport area.
Pertama kata Andi Ina, adanya pemamfaatan TV berlangganan untuk mengatasi blank spot, apakah itu TV kabel, satelit dan lainnya. Namun perlu diwaspadai TV berlanggangan memiliki daya jangkau yang luas, sehingga dapat menangkap siaran asing.
“Dimana siaran dan informasi asing yang diterima masyarakat dapat memberikan dampak positif karena akan memiliki wawasan lebih luas. Namun juga memiliki dampak negatif, karena tampa filter dan tanpa daya pikir kritis akan dapat membawa dampak negatif terhadap cara pandang terhadap norma dan budaya lokal yang dimiliki selama ini,” jelas Andi Ina.
Politisi asli Putri Daerah Barru ini menuturkan, budaya asing yang masuk melalui siaran asing itu bisa saja menggeser pradigma budaya lokal. Sementara yang diinginkan agar tontonan generasi muda kita tidak hanya totoman menghibur.
“Tapi juga membawa nilai-nilai luhur sesuai dengan norma dan budaya kita masyarakat indonesia dan masyarakat bugis,” ungkapnya.
Misalnya jelas Andi Ina, bagaimana ekspose terhadap totonan asing itu juga dapat membentuk persefsi generasi muda. Seperti tontongan asing yang bisa menimbulkan kehidupan seks bebas atau hudubungan diluar pernikahan.
“Hal-hal ini tentu sangat mengkhawatirka kita semua, karena dampak pada generasi mudah kita dan tentu saya sebagai Ketua DPRD sulsel akan terus mengawal setiap program dan kegiatan yg dilaksanakan pemprov sulsel agar hal-hal negatif akibat dari penyiaran informasi yang tidak sesuai terhadap norma dan budaya kita ini dapat dihindarkan dan diminimalisir dampak negatifnya,” tegasnya.
Untuk itu lanjutnya, disinilah peran Anggota DPRD Sulsel dalam mendukung literasi penyiaran sehat melalui media dan moral generasi mudah.
Seperti diketahui bersama DPRF mempunyai peran krusial dalam mendukung program-program yang menjaga moral generasi mudah dan mendorong kreativitas pemuda terutama dalam menyambut era digitalisasi penyiaran.
“Salah satu upaya konkrit dengan menyusung dan mendukung kebijakan-kebijakan yang mengarah literasi media di sekolah-sekolah dan masyarakat. Sebagai contoh DPRD memperjuangkan anggaran untuk pelaksanaan program literasi media di sekolah-sekolah,” kunci Andi Ina.
Sementara itu, Praktisi Penyiaran Mar’atu Shaliha mengungkapkan alasan mengapa banyak siaran yang tidak sukai, namun tetap ditayangkan di televisi.
“Jadi disinilah peran teman-teman untuk memilih siaran yang berhak didapatkan. Karena media menampilkan siaran berdasarkan rating atau penilaian mana program TV yang banyak kita tonton,” kata Mar’atu.
Pasalnya kata dia, rating itu menentukan tontonan apa yang paling banyak diminati penonton, sehingga suka atau tidak itu tetap ditayangkan di TV, karena memiliki rating tertinggi.
“Na disinilah peran kita semua agar rating itu kita tekan sama-sama. Jadi jangan menonton tontonan yang tidak layak. Jadi ini adalah strategi TV, kita juga tidak bisa menolak TV masuk dalam bisnis,” kuncinya.
Komentar