Pedomanrakyat.com, Maros – Pemerintah Kabupaten Maros melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang terus mematangkan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Turikale. Proses tersebut kini memasuki tahap konsultasi publik kedua, yang menghadirkan perangkat daerah, tokoh masyarakat, hingga konsultan penyusun dokumen.
Kegiatan ini menjadi ruang dialog untuk memastikan dokumen tata ruang yang disusun tidak hanya berbasis data teknis, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Turikale sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Maros.
Baca Juga :
Sekretaris Daerah Kabupaten Maros Andi Davied Syamsuddin Maros, Davied Syamuddin, menjelaskan bahwa konsultasi publik merupakan tahapan strategis sebelum dokumen RDTR difinalkan. Tim konsultan telah memaparkan beragam kajian teknis yang menjadi dasar penyusunan rencana tata ruang.
“Mulai dari daya dukung dan daya tampung wilayah, mitigasi kebencanaan, sampai rencana pengembangan sosial dan ekonomi, semuanya sudah dibahas secara lengkap,” jelasnya, Kamis (11/12/2025).
Davied menyebut wilayah perencanaan RDTR Turikale mencakup area yang cukup luas dan strategis sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan layanan masyarakat. Dokumen ini nantinya akan menjadi dasar hukum dalam setiap proses pengembangan wilayah di masa mendatang.
“Kita butuh masukan dari masyarakat, camat, lurah, dan tokoh-tokoh masyarakat agar gambaran eksisting kota Turikale benar-benar akurat,” tambahnya.
Kepala Bidang Penataan Ruang dan Pertanahan, Kurniati Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Maros menegaskan bahwa penyusunan RDTR merupakan kewajiban setiap pemerintah daerah. Hingga kini, Maros telah menyusun lima RDTR yang sudah terintegrasi dengan sistem OSS, dan Turikale menjadi area terbaru yang dirampungkan.
“Kenapa RDTR Turikale sangat penting? Karena ini adalah pusat pemerintahan dan ibu kota Kabupaten Maros,” tegasnya.
RDTR Turikale akan mengatur arah pembangunan mulai dari Zona permukiman, Pusat pemerintahan, Zona ekonomi dan perdagangan, Kawasan jasa dan Ruang terbuka dan fasilitas publik. Dokumen tersebut juga memuat ketentuan rinci terkait intensitas pemanfaatan ruang, ketinggian bangunan, jalur transportasi, hingga batas-batas zona perlindungan.
Selain area perkotaan, Turikale juga memiliki sejumlah lahan sawah produktif. Menurut Kurniati, hal ini menjadi salah satu aspek penting dalam penyusunan RDTR. “Akan dilihat mana sawah yang harus tetap dipertahankan dan mana yang berpotensi dialihkan fungsinya. Ini untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan ketahanan pangan,” jelasnya.
Pendekatan ini diharapkan mampu mencegah alih fungsi lahan yang tidak terkendali serta menjaga fungsi ekologis kawasan.
Hasil kajian konsultan juga mengungkap aspek penting terkait risiko kebencanaan dan tata mobilitas. Beberapa titik dinilai perlu mendapatkan perhatian khusus karena rawan banjir musiman atau berada pada wilayah drainase utama.
RDTR nantinya akan memberikan arahan Penempatan infrastruktur publik pada lokasi aman, Penguatan sistem drainase, Pembatasan pembangunan di zona rawan, Penataan jaringan jalan untuk mendukung mobilitas perkotaan.
Konsultasi publik membuka ruang bagi masyarakat untuk mengoreksi, memberikan masukan, atau menambah informasi lapangan yang mungkin tidak tercakup dalam data teknis. Pemerintah daerah menilai partisipasi ini sebagai kunci keberhasilan RDTR. “Kita berharap semua pihak terlibat karena dokumen ini bukan hanya milik pemerintah, tapi milik masyarakat Turikale,” tutur Davied.
Setelah tahap konsultasi publik ini, beberapa langkah lanjutan akan dilakukan, termasuk penyempurnaan dokumen oleh konsultan, verifikasi lapangan, sinkronisasi dengan OPD teknis, hingga proses pengesahan sesuai regulasi tata ruang.
Pemerintah berharap RDTR Turikale menjadi acuan pembangunan yang lebih terarah, berkelanjutan, serta mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan perkembangan kota ke depan.

Komentar