Pedomanrakyat.com, Makassar – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan, melaksanakan paripurna penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.
Dimana, dalam LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI diserahkan langsung Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara III (Dirjen PKN III) BPK RI, Dede Sukarjo.
Baca Juga :
Dirjen PKN III BPK RI, Dede Sukarjo, mengatakan bahwa, pencapaian ini mencerminkan konsistensi dan komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
“Tapi kita juga harus jujur, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan,” kata Dede Sukarjo, dalam sambutannya.
Menurut Dede, salah satu sorotan utama BPK dalam hasil auditnya adalah Utang bagi hasil pajak kepada pemerintah kabupaten/kota masih menjadi persoalan.
“Padahal itu adalah hak pemerintah kabupaten/kota atas pendapatan yang telah diterima oleh provinsi. Akibatnya, mereka belum bisa melaksanakan kegiatan pembangunan yang dananya bersumber dari bagi hasil tersebut,” ujarnya.
Dede juga mengungkapkan bahwa posisi kas daerah dibandingkan dengan kewajiban belanja dan transfer masih belum ideal.
“Perbandingan antara kas yang tersedia dan utang belanja menunjukkan bahwa Pemprov Sulsel belum memiliki cukup ruang fiskal untuk menyelesaikan seluruh kewajiban kegiatan APBD,” jelas Dede.
Selain isu utang, BPK RI juga menyoroti beberapa temuan teknis lainnya yang dinilai berdampak langsung terhadap kualitas pengelolaan keuangan daerah. Salah satunya adalah pengadaan sistem aplikasi yang belum berjalan optimal.
“Aplikasi yang diadakan belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan karena implementasinya tidak sesuai dengan spesifikasi awal,” terang Dede..
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pelaksanaan anggaran lintas tahun yang tidak sesuai prosedur menyebabkan hilangnya fungsi otorisasi anggaran daerah.
“Ini mengakibatkan belanja yang tidak direncanakan sebelumnya sebesar Rp32 miliar. Artinya, ada kegiatan yang berjalan tanpa dukungan perencanaan yang memadai,” terangnya.
Dede juga menyoroti pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang belum tertib. Dalam temuannya, BPK mendapati bahwa pendapatan dan belanja dari unit usaha tidak dicatat dalam laporan keuangan.
“Ini menyebabkan kas dari BUMD tidak tercermin dengan benar dalam laporan keuangan Pemprov Sulsel,” ungkap Dede.
Masalah lain yang tak kalah penting adalah belum tersalurkannya bantuan iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin. Penyaluran ini masih tertahan karena proses verifikasi dan validasi peserta di tingkat kabupaten/kota yang belum rampung.
“Kami ingin tegaskan bahwa seluruh temuan dan rekomendasi perbaikan sudah tertuang lengkap dalam laporan hasil pemeriksaan. Kami berharap Pemprov Sulsel menindaklanjuti seluruh rekomendasi tersebut dalam waktu 60 hari sebagaimana ketentuan perundang-undangan,” pungkasnya.
Komentar