Pedomanrakyat.com, Makassar – Pemuda Muhammadiyah (PM) Sulawesi Selatan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Komitmen Pemerintah dalam Menjaga Mutu dan Akuntabilitas Program Jaminan Kesehatan Nasional”.
Kegiatan ini dilaksanakan di Squid Coffee, Jalan Topaz Raya, Makassar, pada Jumat (27/6/2025). Menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai instansi terkait.
Di antaranya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel, dr. H.M. Ishak Iskandar; Sekretaris Komisi E DPRD Sulsel, dr. Fadli Ananda; Deputi Direksi Wilayah IX BPJS Kesehatan, dr. Rahmad Asri Ritonga.
Baca Juga :
- FGD Pemuda Muhammadiyah Sulsel, Silaturahmi Sekaligus Bahas Komitmen Pemerintah Jaga Mutu Program JKN
- Komisi D DPRD Makassar Respons Penolakan Pasien BPJS di RSUD Daya, dr Ical: Harus Disampaikan Baik-baik
- Wali Kota Tasming Hamid Terima Audiensi BPJS, Pastikan Jaminan Kesehatan dan Ketenagakerjaan Gratis untuk Warga Parepare
Serta Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel yang juga Anggota Fraksi Demokrat DPRD Sulsel, Heriwawan. Acara dipandu oleh dr. Irwan Ashari, Ketua Bidang Kesehatan PW Pemuda Muhammadiyah Sulsel, yang bertindak sebagai moderator.
Salah satu isu utama yang mencuat dalam diskusi tersebut adalah polemik terkait surat edaran atau SE Gubernur Sulsel mengenai penghentian sementara dana sharing BPJS.
Hal ini memicu pertanyaan dari peserta mengenai nasib masyarakat yang terdampak penghentian tersebut.
Menanggapi hal itu, dr. M. Ishak Iskandar menjelaskan bahwa penghentian bersifat sementara dan dilatarbelakangi oleh temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat.
Kedua lembaga tersebut merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi Sulsel melakukan verifikasi dan validasi ulang terhadap data peserta penerima manfaat, khususnya dari skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
“Masalah utama kita ada di validitas data. Ada yang sudah meninggal tapi masih terdaftar dan dibayarkan. Ada juga yang pindah provinsi tapi masih terdata di Sulsel. Ini yang sedang kami benahi,” ungkap dr. Ishak.
Ia menjelaskan bahwa Pemprov telah membentuk tim khusus untuk melakukan verifikasi dan validasi data. Selain itu, koordinasi juga dilakukan dengan BPJS Kesehatan.
“Anggaran sudah kami siapkan. Tapi karena datanya belum valid, maka kami tunda pembayarannya sementara. Setelah semua data diperbaiki, pembayaran akan segera dilakukan,” tambahnya.
Menurut dr. Ishak, mekanisme pembiayaan JKN melalui skema sharing anggaran memang cukup kompleks. Pemerintah provinsi tidak memiliki kewajiban langsung untuk menanggung iuran masyarakat, karena kewenangan tersebut berada di tingkat kabupaten/kota. Namun, provinsi tetap hadir untuk memberikan bantuan jika dibutuhkan.
“Provinsi hanya bersifat membantu. Di Indonesia hanya DKI Jakarta dan Aceh yang menanggung penuh karena kapasitas fiskalnya besar. Sulsel, seperti beberapa provinsi lain, menggunakan skema sharing anggaran,” jelasnya.
Deputi Direksi Wilayah IX BPJS Kesehatan, dr. Rahmad Asri Ritonga, turut menjelaskan bahwa dalam sistem kerja sama JKN, BPJS tidak menjalin perjanjian langsung dengan Gubernur. Perjanjian dilakukan antara BPJS Cabang, misalnya BPJS Kesehatan Makassar, dengan wali kota atau bupati setempat.
“Kerja sama dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Tidak ada perjanjian kerja sama antara pimpinan wilayah BPJS dengan gubernur. Misalnya, untuk Kota Makassar, perjanjian dilakukan langsung antara BPJS Makassar dengan Wali Kota untuk mendaftarkan sejumlah peserta ke program JKN,” ujar dr. Rahmad.
Ia juga menjelaskan, peserta JKN dibagi dalam dua kelompok: Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai APBN berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), serta peserta yang didaftarkan melalui APBD karena tidak tercakup dalam DTKS namun membutuhkan bantuan pemerintah.
“Banyak masyarakat yang saat ini tergolong mampu, tapi ketika jatuh sakit bisa jatuh miskin karena harus menjual barang-barangnya. Ini yang menjadi target bantuan melalui APBD,” jelasnya.
Sekretaris Komisi E DPRD Sulsel, dr. Fadli Ananda, juga menegaskan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah-langkah strategis bersama mitra terkait untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Kami sudah RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Dinas Kesehatan agar surat edaran itu dicabut. Alhamdulillah, kami bersama Dinkes juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan Pusat untuk mencari solusi bersama,” ujar dr. Fadli.
Ia menambahkan, Komisi E mendorong agar pembayaran segera dilakukan oleh Pemprov Sulsel untuk membantu kabupaten/kota yang tidak mampu membayar penuh iuran JKN.
“Pembaruan data memang sangat penting, karena banyak persoalan muncul akibat data yang tidak akurat. Misalnya, orang yang sudah meninggal masih dibayarkan, atau yang sudah pindah tempat masih tercatat. Ini harus dibenahi,” tegasnya.
Menutup diskusi, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel, Heriwawan, mendorong agar surat edaran Gubernur segera dicabut sembari proses verifikasi data peserta PBI tetap berjalan, agar masyarakat di kabupaten/kota tidak dirugikan.
“Pak Kadis, tidak bisakah bantuan dana sharing ini tetap berjalan sambil menunggu proses verifikasi data? Kasihan masyarakat di kabupaten/kota yang menjadi korban,” ujarnya.
Komentar