Pedomanranrakyat.com, Makassar – Pemuda Solidaritas Merah Putih atau PSMPI melaporkan dugaan penyalagunaan anggaran sebesar Rp87 milia dalam pengelolaan proyek di lingkup Universitas Negeri Makassar (UNM) ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Hal tersebut disamapikan langsung Ketua PSMPI, Ichsan Arifin, kepada awak media disalah satu cafe dan resto, di kawasan kota Makassar, Rabu (25/6/1025) malam.
Laporan tersebut telah masuk ke Polda Sulawesi Selatan pada 2 Juni 2025. Sehari kemudian, 3 Juni, laporan yang sama diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulsel.
Baca Juga :
Ichsan Arifin menyebut, sebelum melapor, pihaknya sudah dua kali melakukan klarifikasi ke pihak UNM, namun tidak memperoleh jawaban memuaskan.
“Laporan kami ini berdasarkan hasil kajian dan klarifikasi awal terhadap penyerapan anggaran PRPTN di UNM yang kami nilai bermasalah,” ungkap Ichsan.
UNM diketahui menerima alokasi anggaran sebesar Rp87 miliar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program Percepatan Reformasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN).
Dana ini bertujuan mendukung transformasi UNM dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).
Namun dalam pelaksanaannya, PSMP menduga terdapat sejumlah penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan wewenang, termasuk pelanggaran terhadap prosedur pengadaan barang dan jasa.
Salah satunya, mengenai penggunaan anggaran yang dikelola oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang disebut tidak memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa.
“PPK-nya kami temukan tidak bersertifikat. Ini melanggar aturan,” jelas Ichsan.
Ia juga mengungkap adanya dugaan mark-up dalam pengadaan barang, seperti komputer dan smart board. Di mana pengadaan 75 unit komputer, harga per unit disebut mencapai Rp32 juta, padahal harga pasaran hanya sekitar Rp24 juta. Terjadi selisih Rp7 juta per unit.
Sementara pengadaan smart board senilai Rp250 juta per unit juga dinilai janggal. Ichsan menyebut ada selisih harga sekitar Rp100 juta dari harga pasaran.
“Beberapa pengadaan dilakukan melalui e-katalog, padahal seharusnya lelang karena tingkat kompleksitas proyek, seperti pembangunan ruang laboratorium standarisasi,” terang Ichsan.
Olehnya itu, PSMPI berharap aparat penegak hukum serius menindaklanjuti laporan ini dengan penyelidikan menyeluruh yang diduga terlibat, termasuk memeriksa peran Rektor selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Kami hanya ingin memastikan bahwa tata kelola anggaran negara berjalan sesuai aturan dan tidak disalahgunakan,” pungkasnya.

Komentar