Pedomanrakyat.com, Jakarta – Putri Presiden ke-4 RI Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid merespons polemik ‘amplop kiai’ yang belakangan muncul usai pernyataan Ketua Umm PPP Suharso Monoarfa.
Yenny menilai pernyataan tersebut muncul karena pejabat tersebut yang tidak paham budaya di lingkungan para ulama.
“Jadi, kalau kiai-kiai disebut terlibat dalam money politics, saya rasa itu karena enggak kenal budaya kiai dan ulama,” kata Yenny Wahid di Jakarta, Sabtu (27/8) dikutip dari Antara.
Baca Juga :
Yenny berpendapat bahwa kiai dan ulama itu justru lebih banyak memberi kepada masyarakat daripada menerima sesuatu dari masyarakat.
“Banyak orang yang datang sowan ke kiai untuk minta didoakan karena mereka percaya bahwa silaturahmi ke kiai akan mendatangkan keberkahan. Baik orang miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa, semua diterima dan dihormati,” jelasnya.
Sebelumnya dalam pidato Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa menyinggung soal amplop kiai di acara PPP.
Suharso mengawali pidatonya dengan menceritakan pengalamannya saat menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP.
Dia mesti bertandang ke beberapa kiai pada pondok pesantren besar.
“Demi Allah dan rasulnya terjadi. Saya datang ke kiai dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dikirimi pesan WhatsApp, ‘Pak Plt. tadi ninggalin apa nggak untuk kiai’, saya pikir ninggalin apa? Saya enggak merasa tertinggal sesuatu di sana,” ujar Suharso kala itu.
Setelah itu, Suharso diingatkan bahwa jika bertemu dengan kiai harus meninggalkan “tanda mata”.
“‘Kalau datang ke beliau-beliau itu mesti ada tanda mata yang ditinggalkan’. Wah, saya enggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung? Peci? Alquran atau apa? ‘Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini’. Dan itu di mana-mana setiap ketemu, enggak bisa, bahkan sampai hari ini kalau kami ketemu di sana, kalau salamannya enggak ada amplopnya, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. Ini masalah nyata yang kita hadapi saat ini,” jelasnya.
Komentar