Pedomanrakyat.com, Makassar – Sejumlah pihak saat ini tengah mengajaukan judical review terhadap UU No. 7 Tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggugat meminta MK untuk membatalkan Pasal 168 ayat 2 tentang sistem pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten yang dilakukan dengan proporsional terbuka.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Muhammad Fauzi menilai gagasan itu adalah bentuk kemunduran demokrasi.
Baca Juga :
Sebab, jika pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup, partailah yang memegang peranan lebih dominan dalam menentukan caleg yang terpilih.
“Demokrasi kita akan mundur selangkah. Sebab, bukan lagi pilihan terbanyak masyarakat yang terpilih tetapi lebih ke pilihan partai,” jelas Fauzi.
Konsekuensi lainnya saat caleg terpilih, hubungan emosional legislator dengan konstituen akan semakin minim. Karena masyarakat tidak bisa memilih langsung wakilnya, tapi hanya memilih partai dan nomor urut.
“Legislator ini kan selain memang patuh pada partai juga tak bisa dipisahkan dengan tanggung jawab dia ke konstituen dapilnya. Proporsional tertutup akan mengikis itu,” tandasnya.
Menurutnya, sistem proporsional terbuka sebelumnya diterapkan juga atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi.
Kala itu sistem proporsional tertutup dinilai tidak membuka partisipasi langsung masyarakat menentukan wakilnya.
“Ini juga sesuai amanat reformasi yang menginginkan pemilihan langsung. Jika kembali ke tertutup demokrasi kita tidak bertumbuh. Setiap sistem pasti ada kekurangan, kalau pun ada minornya itu saja yang dibenahi jangan gonta-ganti sistem apalagi mundur,” terangnya.
Anggota DPR RI Dapil Sulsel III ini juga melayangkan kritik ke anggota KPU yang memunculkan polemik soal kemungkinan proporsional tertutup. Hal ini dinilai tidak pas sebab masih berproses di MK.
“Ini kan ribut-ribut setelah KPU sampaikan kemungkinan sistem tertutup. Tidak etis KPU membuat framing seolah akan diterapkan sistem itu padahal dia adalah pihak terkait dan masih berproses. Dalam kasus hukum apa pun pihak terkait tidak boleh berwacana karena bisa mempengaruhi pandangan hakim. KPU jangan genit memainkan wacana,” tutupnya.
Komentar