Pedomanrakyat.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggugat larangan pimpinan dan pegawai KPK bertemu dengan pihak yang beperkara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Larangan itu tertuang dalam Pasal 36 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Alexander menilai, norma tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum karena pertemuan yang diniatkan baik dan sesuai tugas KPK justru dapat dianggap bermasalah.
Baca Juga :
- Disebut Hilang, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tersangka Suap Malah Muncul Pimpin Apel, MAKI: KPK Permalukan Diri Sendiri
- Resmi Dirombak MK, Ini Aturan Cuti Karyawan Usai Putusan UU Ciptaker, Akomodir Cuti Panjang
- Terlibat Suap & Ditetapkan Tersangka, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Hilang-KPK Rilis Surat Penangkapan
“Sehingga, akibat norma Pasal 36 huruf a tersebut yang tidak berkepastian hukum, perbuatan yang dilakukan secara beriktikad baik bahkan memenuhi kewajiban hukum Pemohon 1 (Alexander Marwata) sebagai aparat penegak hukum telah dipandang dan karenanya dilakukan proses penyelidikan atas peristiwa yang dikategorikan telah melanggar ketentuan Pasal 36 huruf a UU KPK,” tulis Alex dalam berkas gugatannya.
Dalam gugatannya, Alexander merasa ada kerugian konstitusional akibat larangan mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak yang beperkara dengan KPK dengan alasan apa pun.
Dia menyebutkan, akibat norma hukum yang tidak jelas itu, Alexander Marwata mengaku saat menjalankan tugas sempat dipermasalahkan karena ada klausul “dengan alasan apa pun”.
Padahal, pertemuannya dengan pihak beperkara adalah untuk menjalankan tugas sebagai pimpinan KPK.
Selain itu, larangan tak boleh bertemu dengan pihak beperkara ini juga disebut merugikan para pegawai KPK yang sering dipanggil karena dinilai melanggar norma Pasal 36 huruf a tersebut.
“Oleh karena itu, akibat ketidakpastian dan diskriminasinya ketentuan Pasal 36 Huruf a UU KPK telah juga merugikan Pemohon 2 dan Pemohon 3 sebagai pegawai KPK,” tulis Alex.
Adapun petitum yang diminta Alexander Marwata meminta MK menyatakan Pasal 36 huruf a UU KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Alexander menggugat beleid tersebut bersama dua pegawai KPK lainnya, yakni Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari dan Pelaksana Unit Sekretaris Pimpinan KPK Maria Fransiska.
Permohonan tersebut telah diregistrasi MK pada Rabu (6/11/2024) dengan nomor registrasi 158/PUU-XXII/2024.
Untuk diketahui, Alex dilaporkan ke polisi karena bertemu dengan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang kini telah divonis bersalah dalam kasus gratifikasi.
Komentar