Pedomanrakyat.com, Makassar – Di balik dinding kokoh Gedung A Kantor Pusat Bank Sulselbar, bukan hanya lalu lintas data keuangan yang sibuk berpindah tangan.
Pada Kamis pagi, 24 April 2025, suasana di lantai pelayanan itu berubah—bukan karena antrean nasabah, melainkan oleh barisan pegawai yang rela menggulung lengan kemeja mereka demi satu tujuan: mendonorkan darah.
Baca Juga :
Sudah lebih dari dua dekade, kegiatan ini rutin digelar setiap dua bulan sekali. Bukan sekadar tradisi, melainkan napas kemanusiaan yang dihembuskan dari institusi keuangan milik daerah. Sejak tahun 2003, tetes-tetes darah dari pegawai Bank Sulselbar mengalir ke kantong-kantong harapan.
“Ini bukan hanya soal kesehatan atau kepedulian,” tutur Hartani Djurnie, Pemimpin Divisi Corporate Secretary Bank Sulselbar, ketika ditemui di lokasi. “Ini sudah menjadi bagian dari budaya kerja kami—sebuah gaya hidup sosial yang kami rawat bersama.”
Sebanyak 68 kantong darah berhasil dikumpulkan dalam kegiatan kali ini. Meski mayoritas pendonor adalah pegawai internal, beberapa masyarakat umum juga turut ambil bagian. Namun, wajah-wajah yang paling sering terlihat tersenyum sambil menggenggam kotak konsumsi ringan adalah wajah para bankir sendiri—yang hari itu menukar aktivitas kantor mereka dengan kontribusi kemanusiaan.
Erviana Aprilia, Kepala Seksi Pelayanan Donor dan Pasien dari UPT Transfusi Darah Dinas Kesehatan Sulsel, menyampaikan apresiasi penuh. “Antusiasme dari teman-teman Bank Sulselbar luar biasa. Mereka datang dengan semangat, tertib dalam skrining, dan mengikuti semua prosedur,” ucapnya sembari memeriksa satu per satu kantong darah yang dikemas rapi.
Seperti biasa, seluruh darah yang terkumpul dibawa ke laboratorium UPT Transfusi Darah untuk disaring—menjalani serangkaian pemeriksaan ketat sebelum layak ditransfusikan kepada pasien-pasien yang membutuhkan. Di balik tiap kantong darah itu, ada kisah tentang pegawai yang menyisihkan waktu di antara laporan bulanan dan target penyaluran kredit, demi menyelamatkan nyawa seseorang yang tak mereka kenal.
“Semoga kegiatan ini bisa menginspirasi lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta,” pungkas Erviana.
Dan ketika kegiatan selesai menjelang siang, para pegawai kembali ke meja kerja mereka. Tapi kali ini, mereka tidak hanya membawa laporan atau angka laba. Mereka membawa rasa lega—bahwa di antara tumpukan tugas dan deadline, mereka masih sempat menyalurkan sesuatu yang jauh lebih berarti: kehidupan.
Komentar