Pedoman Rakyat, Makassar – Kejaksaan Tinggi Sulsel angkat suara terkait tudingan kriminalisasi pada kakek 75 tahun Natu Bin Takka oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH Makassar). Jaksa pun membeberkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Saya coba luruskan, perkara ini adalah perkara kehutanan yang sebenarnya sudah menjadi atensi oleh Pemda Soppeng, pimpinan kami serta pihak Kehutanan dalam hal ini Gakkum KLHK Sulsel,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum, Idil pada sejumlah awak media, Jumat (19/2/2021).
Idil mengatakan dalam perkara ini LBH Makassar harusnya dapat melihat secara utuh, Natu bin Takka (75) tahun dianggap dengan sengaja menebang 55 batang pohon jenis Tectona Grandid, jenis jati dengan kualitas bagus.
Baca Juga :
“Pohon yang ditebang itu pohon jenis tectona grandis merupakan pohon jati dengan kualitas bagus dan faktanya yang ditebang sampai 55 pohon,” ujarnya sembari memperlihatkan foto barang bukti yang belakangan sudah dalam bentuk balok kayu serta papan siap pakai.
Idil mengatakan, sesuai pasal yang dituduhkan yakni pasal 82 Undang-undang P3H, Natu terancam 5 tahun penjara.
“Tapi coba dilihat, Kejari Soppeng hanya menuntut 4 bulan, dan ternyata Majelis Hakim jauh lebih bijak dan menjatuhkan hukuman selama 3 bulan penjara,” ungkapnya.
Labih jauh Idil mengatakan, salah satu pertimbangan dalam perkara kakek Natu tersebut, itu karena hanyalah masyarakat setempat yang tidak berkaitan dengan korporasi. “Hanya pribadi sehingga kami menganggap harus dijatuhi hukuman yang adil dan memiliki edukasi dan efek jera,” pungkasnya.
Sementara Kurniawan dari LBH Makassar, mengatakan, ditetapkannya seorang petani garap asal Desa Ale Sewo Kakek Natu bin Takka, Kecamatan Lalabata, Soppeng Sulawesi Selatan itu merupakan kriminalisasi.
Padahal kata Kurniawan, kakek Natu menebang pohon jati yang ia tanam sendiri di kebunnya yang berjarak kurang lebih 100 meter dari rumahnya. Kebun itu kemudian diklaim sebagai kawasan hutan lindung.
“Natu menebang pohon jati untuk keperluan rumah. Dia tidak mengetahui bahwa lokasi kebun miliknya diklaim masuk ke kawasan hutan lindung,” terangnya.
Karenanya Kurniawan menduga kakek Natu justru dikriminalisasi dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Upaya kriminalisasi terhadap Natu adalah bentuk pelanggaran terhadap HAM. Padahal sangat jelas petani yang sudah turun temurun yang tinggal dalam kawasan hutan yang mengelola kebun untuk kebutuhan sandang, pangan, papan tidak boleh dipidana,” tegasnya.
Saat ini Natu didampingi LBH Makassar mengajukan upaya Banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soppeng yang menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara, usai dinyatakan terbukti melanggar pasal 82 Undang-undang 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Komentar