Pedomanrakyat.com, Makassar – Anggota Bawaslu Sulawesi Selatan Saiful Jihad melakukan monitoring pelaksanaan pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih untuk pemilihan serentak 2024.
Kali ini, Anggota Bawaslu Sulsel ini menyasar beberapa titik di Kec. Binamu, Turatea, Batang dan Arungkeke Jeneponto, bersama Bawaslu, Panwascam, PKD, PPK, PPS setempat, Sabtu (6/7/2024).
Saiful Jihad mengatakan bahwa, masih ditemukan kegandaan identitas kependudukan pemilih, baik pemilih yang memiliki 2 NIK, berbeda NIK di KTP dan KK.
Baca Juga :
“Atau yang memiliki 2 KK (nama dan NIK lama di KK bersama orang tua, serta NIK baru di KK baru setelah berumah tangga,”beber Saiful melalui keterangannya, Minggu (7/7/2024).
Selaih itu kata dia, masih ditemukan Pemilih yang terdaftar di lebih dari satu TPS, baik dalam wilayah Jeneponto maupun di luar Jeneponto.
“Terdapat juga pemilih yang telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, masih muncul di Daftar Pemilih yang dicoklit,” jelasnya..
Ia juga menuturkan, distribusi stiker untuk menandai bahwa Keluarga dalam KK yang telah dicoklit masih terdapat kekurangan di beberapa titik.
Dimana, pemetaan TPS yang dibuat, lebih menekankan pada jumlah pemilih di setiap TPS antara 500-600 orang, justru berpotensi membuat pemilih sulit mengakses TPS karena jarak dari tempat tinggalnya jauh dan sulit diakses.
“Seperti di dusun Batu Cidu Kec. Batang, karena jumlah pemilih hanya lebih seratus orang, digabung ke TPS Bonto Rea yang jaraknya sekitar 5 Km, dan melewati satu dusun yang beda kecamatan,” jelas Saiful.
Di Kecamatan Rumbia, hasil uji petik yang ditemui Panwascam dan PKD, ada 8 keluarga yang diminta untuk dilakukan Coklit ulang, karena keluarga tersebut tidak tahu petugas yang datang melakukan coklit.
Mereka diminta memperlihatkan KK dan KTP, tidak diberi informasi tujuan kehadiran Pantarlih dan tidak ditanyai hal-hal yang berkaitan dengan data di KK mereka sebagai pemilih apakah masih bersyarat atau ada yang sdh tdk bersyarat.
Terkait sejumlah catatan pengawasan tersebut, Saiful Jihad bertemu dengan pihak KPU Jeneponto, bersama Bawaslu, Panwascam dan beberapa PPK serta PPS dan berdiskusi terkait hasil monitoring yang telah dilakukan.
Satu, Coklit adalah ruang menguji keabsahan dan validitas data DP4 dengan fakta di lapangan, sehingga koreksi dan perbaikan data dari hasil coklit menjadi muarahnya.
Oleh karena itu, tidak perlu ragu untuk melakukan koreksi dan perbaikan data sebelum ditetapkan menjadi DPT, karena itu memang tujuannya.
“Jika ada pemilih yang penempatan TPS-nya jauh dari tempat tinggal, sementara ada TPS dalam satu desa/kelurahan yang dekat dari rumahnya, tdk masalah kalau ditata ulang, dengan memperhatikan hasil pencocokan dan penelitian dan atau masukan (saran) dari pengawasan Pemilu,” kata Saiful Jihad.
Kedua, melindungi, menjaga, mengawal hak pilih warga adalah komitmen yang mesti terimplementasi di lapangan, bukan sekedar tegline.
Penetapan TPS jangan dan tidak hanya berfikir jumlah pemilih 500-600 setiap TPS, namun yang paling penting TPS itu mudah diakses dan tidak menyulitkan pemilih datang, terutama karena faktor jarak.
“Jika satu dusun yang jumlah pemilihnya hanya 100 lebih (tidak cukup 500), tetapi akan beresiko beberapa orang tdk bisa hadir jika TPS ditempatkan di luar dusun/kampung mereka karena jauh, maka mestinya didorong untuk membuat TPS di dusun mereka sendiri meski pemilihnya tidak sampai 500 orang. Itu salah satu cara kita melindungi hak pilih,” papar Saiful.
Ia juga meminta minta ke KPU bahwa target itu tidak membatasi pelaksanaan coklit jika memang ada yang masih belum dicoklit atau ada yang mesti dicoklit ulang.
“Pemberian target batas waktu juga, tidak dimaksudkan untuk melakukan coklit asal-asalan sehingga mengabaikan subtansi coklit, datang ke rumah sekedar meminta data kependudukan, lalu selesai,” terangnya.
“Coklit juga mestinya menjadi ruang sosialisasi mengajak warga untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pemilihan dengan menjelaskan maksud dan tujuan coklit,” tutup Saiful.
Komentar