Pedomanrakyat.com, Makassar – Komisi D DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus pemecatan tidak hormat yang dialami dua guru SMA di Kabupaten Luwu Utara.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Tenri Indah, didampingi Wakil Ketua Fauzi Andi Wawo, serta dihadiri puluhan legislator, berlangsung di Ruang Rapat Paripurna Lt. 2 Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel, Rabu (12/11/2025),
Dalam kesempatan itu, Andi Tenri Indah Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Tenri Indah, menyampaikan bahwa pihaknya akan memperjuangkan keadilan bagi para guru yang merasa dizalimi. Ia menegaskan, DPRD siap menjadi jembatan bagi para guru yang terdampak keputusan tersebut.
Baca Juga :
“Kami akan berjuang bersama-sama. Saya bersama teman-teman Komisi E akan memfasilitasi dan mengawal kasus ini hingga ke tingkat pusat. Para guru seperti Pak Rasnal dan Pak Muis harus mendapatkan keadilan,” ujar Andi Tenri Indah usai rapat.
Menurutnya, Komisi E akan segera berkoordinasi dengan Ketua DPR RI untuk menyampaikan langsung persoalan tersebut.
Legislator Gerindra Sulsel ini juga berencana mendampingi kedua guru tersebut ke Jakarta guna memperjuangkan hak-hak mereka sebagai ASN yang diberhentikan tanpa prosedur yang jelas.
“Insya Allah, kami siap mendampingi mereka bertemu langsung dengan pihak terkait di DPR RI. Kami berharap perjuangan ini membuahkan hasil terbaik bagi para guru yang merasa tersisihkan,” tambahnya.
Selain memperjuangkan hak administratif, Komisi E juga mendorong agar Dinas Pendidikan Sulsel lebih transparan dalam mengambil keputusan yang menyangkut nasib tenaga pendidik.
“Setiap keputusan pemecatan harus memiliki dasar hukum dan pertimbangan kemanusiaan. Jangan sampai ada guru yang terzalimi karena kesalahan prosedur,” tegas Tenri.
Sementara itu, Abdul Muis salah satu guru yang diberhentikan mengaku kecewa dengan keputusan tersebut. Ia menyebut tidak pernah dimintai klarifikasi atau diberikan kesempatan membela diri sebelum statusnya sebagai ASN dicabut.
“Saya menyesalkan prosesnya. Seharusnya kami dipanggil untuk klarifikasi dulu sebelum keputusan keluar. Ini seperti tiba-tiba saja diberhentikan,” ujar Muis.
Ia menjelaskan bahwa selama menjalani proses hukum sebelumnya, hak-haknya sebagai ASN masih terpenuhi, termasuk pembayaran gaji. Namun, setelah putusan pengadilan dan masa hukuman selesai, gajinya tiba-tiba dihentikan tanpa pemberitahuan resmi.
“Selama menjalani hukuman, gaji saya masih aman. Tapi satu bulan setelah keluar, gaji langsung dihentikan. Padahal keputusan MA itu sudah setahun lalu,” ungkapnya.
Abdul Muis menambahkan, dirinya masih berencana menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan pemberhentian tersebut.
Ia berharap langkah Komisi E DPRD Sulsel dapat membuka jalan keadilan bagi dirinya dan rekan-rekannya yang mengalami nasib serupa.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat banyak pihak menilai keputusan pemecatan guru ASN tanpa proses yang transparan dapat berdampak pada kepercayaan terhadap sistem kepegawaian.
Komisi E DPRD Sulsel pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses ini hingga menemukan titik terang yang adil bagi semua pihak.

Komentar