Pedoman Rakyat, Kolombia – Pengadilan Kolombia pada Selasa mendakwa 10 anggota militer dan seorang warga sipil secara paksa menghilangkan 24 orang dan membunuh sedikitnya 120 warga sipil serta secara keliru menyebut mereka pejuang gerilya yang tewas dalam pertempuran.
Ini pertama kalinya pengadilan Jurisdiksi Khusus untuk Perdamaian Kolombia (JEP) menuduh anggota tentara Kolombia terkait dengan apa yang disebut skandal palsu, di mana tentara membunuh warga sipil dan mengklasifikasikan mereka sebagai pemberontak yang tewas dalam pertempuran sehingga mereka bisa naik jabatan atau mendapatkan keuntungan lainnya.
Pengadilan mengatakan, para terdakwa memainkan peran yang menentukan dalam pembunuhan, yang mereka tampilkan sebagai korban jiwa dalam pertempuran di wilayah Catatumbo di Provinsi Norte de Santander Kolombia antara Januari 2007 dan Agustus 2008.
Terdakwa terdiri dari seorang jenderal, enam perwira, tiga bintara, dan seorang warga sipil. JEP mengidentifikasi mereka sebagai orang yang bertanggung jawab memberikan perintah, tanpa mereka kejahatan tidak akan terjadi secara sistematis.
“Itu adalah pola kejahatan makro, yaitu, pengulangan setidaknya 120 pembunuhan selama dua tahun di wilayah yang sama oleh kelompok orang yang sama yang terkait dengan organisasi kriminal dan mengikuti modus operandi yang sama,” jelas hakim Catalina Diaz, dikutip dari France 24, Rabu (7/7).
Diaz menambahkan, korban termasuk petani dan pedagang eceran.
JEP adalah pengadilan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan damai pada 2016 untuk menuntut mantan anggota FARC dan pemimpin militer atas tuduhan kejahatan perang.
Sedikitnya 6.402 orang dibunuh oleh anggota tentara Kolombia antara 2002 dan 2008 menurut JEP, sementara beberapa kelompok korban mengatakan jumlah korban bisa lebih banyak.
Puluhan anggota tentara yang telah ditangkap dan dihukum atas keterlibatan mereka dalam skandal itu telah bersaksi di hadapan JEP karena mereka menuntut hukuman yang lebih ringan.
Jika para terdakwa menolak dakwaan itu dalam waktu 30 hari, mereka dapat menerima hukuman hingga 20 tahun penjara di pengadilan sipil, menurut hakim dan presiden JEP, Eduardo Cifuentes
Komentar