Pedomanrakyat.com, Israel – Militer Israel menggempur Kota Gaza dengan serangan darat dan udara pada Kamis (18/9/2025), mendorong ribuan warga sipil Palestina mengungsi ke arah selatan wilayah tersebut.
Asap hitam membubung tinggi di atas kota, sedangkan antrean panjang warga terlihat meninggalkan rumah mereka.
Sebagian berjalan kaki, sebagian lainnya naik kendaraan atau gerobak keledai, membawa barang seadanya yang ditumpuk tinggi.
Baca Juga :
“Ada tembakan artileri, serangan udara, drone dan quadcopter. Pengeboman tidak pernah berhenti,” ujar Aya Ahmed (32), warga Gaza yang mengungsi bersama 13 anggota keluarganya, dikutip dari kantor berita AFP.
Menurut Aya, Israel meminta warga pindah ke selatan, tetapi tak ada jaminan tempat tinggal.
“Di mana kami akan tinggal? Tidak ada tenda, tidak ada transportasi, tidak ada uang,” lanjutnya.
Biaya untuk melarikan diri pun melonjak drastis. Dalam beberapa kasus, ongkos perjalanan ke selatan mencapai lebih dari 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 16,5 juta.
“Situasinya tak tergambarkan—kerumunan di mana-mana, suara ledakan, orang-orang menjerit sambil membawa barang-barang mereka,” kata Shadi Jawad (47), yang mengungsi bersama keluarganya pada Rabu (17/9/2025).
“Saat kami mengumpulkan kembali barang-barang itu, saya menatap langit dan berdoa, ‘Tuhan, kirimkan rudal agar kami terbebas dari semua ini’,” ujarnya lirih.
Kondisi pengungsian Gaza semakin tak manusiawi
Serangan intensif ini menuai kecaman internasional, terutama setelah wilayah Gaza dilanda kelaparan dan kehancuran akibat perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut kondisi pengungsian yang semakin menyempit dan tidak manusiawi.
WHO mengaku kesulitan mengirimkan pasokan medis penting karena akses yang terputus.
Sementara itu, Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza menerima jenazah 20 orang yang tewas akibat serangan Israel sejak tengah malam.
Menurut badan pertahanan sipil Gaza yang berada di bawah otoritas Hamas, lebih dari 60 orang tewas pada Rabu.
Namun, informasi ini belum bisa diverifikasi secara independen oleh AFP karena keterbatasan akses dan larangan media.
Israel menyatakan, serangan yang berlangsung sejak Selasa menargetkan infrastruktur militer Hamas, termasuk di wilayah Rafah dan Khan Yunis.
Israel dituding lakukan genosida
Serangan Israel berlangsung bertepatan dengan laporan penyelidik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuduh negara itu melakukan genosida di Gaza.
Ketua Komisi Penyelidikan Independen PBB, Navi Pillay, mengatakan kepada AFP bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat senior lainnya telah menghasut tindakan genosida.
“Saya melihat kemiripan dengan genosida Rwanda 1994. Metodenya sama: Korban didehumanisasi, dianggap bukan manusia,” ujar Pillay, mantan hakim Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Israel menolak tuduhan itu, menyebutnya “distorsi dan salah kaprah”.
Di Eropa, Spanyol akan menyelidiki pelanggaran HAM di Gaza untuk mendukung proses ICC, yang sebelumnya telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi beberapa pejabat Israel atas dugaan kejahatan perang.
Sementara itu, militer Israel pada Rabu mengumumkan pembukaan jalur transportasi sementara melalui Jalan Salah Al Din yang hanya berlaku 48 jam.
Namun, gambar terbaru menunjukkan pengeboman masih berlangsung di dekat jalur tersebut.
PBB memperkirakan, hingga akhir Agustus sekitar satu juta orang tinggal di Kota Gaza dan sekitarnya. Israel menyebut 350.000 orang telah mengungsi ke wilayah selatan.
“Cukup sudah. Kami ingin bebas. Kami ingin hidup. Kami tidak ingin mati,” ujar Mohammed Al-Danf, salah satu warga Kota Gaza.
Di Yerusalem, keluarga para sandera yang ditawan Hamas sejak serangan pada Oktober 2023 melakukan aksi protes di depan kediaman Netanyahu. Mereka mengecam serangan yang justru membahayakan nyawa sandera.
“Anak saya sekarat di sana. Alih-alih membawanya pulang, Anda malah mencegah kepulangannya,” kata Ofir Braslavski, ayah dari Rom yang masih ditawan.
Dari total 251 sandera yang ditawan Hamas pada Oktober 2023, 47 masih berada di Gaza. Militer Israel menyebut 25 di antaranya telah meninggal dunia.
Menurut data AFP, serangan awal Hamas ke Israel menyebabkan 1.219 korban jiwa, sebagian besar warga sipil.
Sejak saat itu, kampanye balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 65.141 orang di Gaza, juga sebagian besar warga sipil, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip PBB.

Komentar