Pedomanrakyat.com, Tokyo – Pada hari ketiga kunker ke Jepang, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersama rombongan, terdiri dari Dirjen Dukcapil Zudan Fakrulloh dan Dirjen Bina Adwil Safrizal ZA didamping Dubes RI Heri Akhmadi mengunjungi kantor Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, di Tokyo, Rabu (28/9/2022).
Rombongan Mendagri Tito diterima dengan hangat oleh Mendagri Jepang Terada Minoru dan jajaran di kantornya yang disebut Naimu-shō dalam bahasa lokal. Naimu-shō menempati Gedung ke-2 dari Kantor Pemerintahan Umum Pusat di 2-1-2 Kasumigaseki, Chiyoda, Tokyo, Jepang.
Kepada Tuan Rumah, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia mendorong digitalisasi data kependudukan dan pencatatan sipil untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan publik.
Baca Juga :
Salah satu di antaranya dengan mulai menerapkan Identitas Kependudukan Digital (IKD) yang bisa diakses hanya dengan menggunakan smartphone atau ponsel cerdas.
“Sehingga urusan administrasi kependudukan sudah berada dalam genggaman, dan masyarakat Indonesia tidak perlu lagi membawa KTP fisik karena datanya tersimpan di dalam ponsel atau digital,” kata Mendagri Tito saat beramah tamah dengan Menteri Terada Minoru dan jajarannya.
Tito pun menyinggung soal identitas kependudukan Jepang yang dikenal sebagai MyNumber.
“Kartu identitas ini berisi informasi penduduk seperti data individu, rumah tangga, pajak, jaminan sosial, dan lainnya yang berlaku untuk semua orang yang tinggal di Jepang termasuk orang asing yang saat ini tinggal di Jepang,” kata Tito mencoba mengkonfirmasi.
Menteri Terada dan salah satu Direkturnya, yaitu Terada Masakazu Direktur pada divisi Kebijakan Administrasi Kependudukan dan Manajemen Biro Administrasi Lokal pun membenarkan. Terada Masakazu menjelaskan, registrasi penduduk Jepang diatur dalam UU. No 81 Tahun 1967.
“Baru mulai tahun 2021 Jepang menerapkan MyNumber atau NIK yang disebut di Indonesia melalui UU No. 27 Tahun 2013. Sudah setengah penduduk Jepang memiliki MyNumber,” terang Terada Masakazu.
Lebih jauh Terada Masakazu menjelaskan bahwa Jepang memiliki 74.100 municipalities (Kotamadya) dan lebih dari 120 juta penduduk.
“Namun di tahun 2021-2022 persentasi penduduk Jepang justru berkurang 0.30%. Beberapa faktor penyebab populasi Jepang minus lebih dari 300 ribu jiwa, adalah karena angka kelahiran yang rendah. Sementara angka kematian tinggi, lantaran di Jepang ini sering terjadi bencana alam yang besar, seperti tsunami dan gempa bumi,” jelas Terada Masakazu.
Ia menjelaskan, data penduduk Jepang disimpan dalam server nasional yang dikelola oleh lembaga korporasi bernama Japan Local Authority Information Systems (J-LIS).
“J-LIS sebuah lembaga korporasi kerja sama antar pemerintah lokal. Pusat hanya memberikan guideline saja,” terangnya.
Menyinggung soal pemanfaatan data, Terada Masakazu pun menjelaskan, saat ini baru lembaga pemerintahan saja yang diberikan akses pemanfatan data, seperti untuk penanganan bencana, pajak, pemilu, asuransi dan pensiun. Ke depan akan dikembangkan untuk selain pemerintahan.
“Terdapat juga kekhawatiran pemerintah daerah dan penduduk apabila data disatukan di tingkat nasional, tetapi sudah 20 tahunan data ini tidak pernah bocor. Pernah satu kali ada tuntutan di pengadilan, ternyata Naimu-shō sanggup untuk mempertahankan penyatuan data nasional tetap berjalan,” tegasnya.
Untuk itu, Mendagri Tito meminta kepada Dirjen Dukcapil agar saling belajar dengan Kemendagri Jepang mengenai strategi konsep sistem sekuriti database kependudukan.
“Tampaknya tidak ada salahnya kita perlu saling mendalami konsep sistem sekuriti database kependudukan, untuk masing-masing mendapatkan pandangan lebih terhadap sistem sekuriti database kependudukan,” urai Mendagri Tito merespons.
Mengenai sistem kepindahan penduduk, Terada menjelaskan, diwajibkan bagi setiap penduduk Jepang untuk lapor dulu ke “Dukcapil” setempat 14 hari sebelum kepindahan.
“Rencana ke depan, MyNumber itu untuk penggunaan kartu kesehatan, SIM, pass masuk di kantor-kantor pemerintahan, dan lain-lain,” demikian Terada menjelaskan.
Komentar