Pedomanrakyat.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pejabat Kementerian Agama (Kemenag) di tiap tingkatan mendapatkan jatah dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag tahun 2023-2024.
“Kami ketahui bahwa masing-masing tingkatan ini, masing-masing orang ini, ya kemudian mendapat bagiannya sendiri-sendiri,” ungkap Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025) melansir Antara.
Asep menjelaskan, KPK tengah mengumpulkan dan menyita uang terkait perkara tersebut, termasuk yang sudah berupa aset, seperti rumah atau kendaraan.
Baca Juga :
Ia menyampaikan hal tersebut sebagai penjelasan atas penyitaan dua rumah milik aparatur sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, senilai sekitar Rp6,5 miliar, terkait dugaan tindak pidana korupsi kuota haji.
Menurut penjelasannya, KPK menduga aliran uang dalam perkara tersebut mengalir secara berjenjang, melalui orang kepercayaan, kerabat, hingga staf ahli pejabat Kemenag.
Kasus Dugaan Korupsi Penentuan Kuota Haji
KPK telah menaikkan status kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan.
“KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (9/8), dipantau dari YouTube KPK.
Asep menyebut KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi dalam perkara ini.
“Dalam penyelidikan perkara ini, KPK menerbitkan sprindik (Surat Perintah Penyidikan) umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tambahnya.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (6/8/2025), Asep menjelaskan pembagian kuota haji tambahan sebesar 20 ribu seharusnya diterapkan sesuai undang-undang.
Asep menyinggung Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 yang mengatur tentang kuota haji. Dalam pasal tersebut disebutkan kuota haji khusus adalah 8 persen dan kuota haji reguler 92 persen.
“Nah, seharusnya yang 20.000 tadi, kuota tambahan itu, juga ikut dengan pembagian tadi, dengan aturan yang ada di perundang-undangan, yang 92 persen (reguler) dengan 8 persen (khusus). Tetapi kemudian ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan,” paparnya.
Asep mengatakan yang terjadi justru kuota tambahan itu dibagi dua, 10.000 untuk reguler dan 10.000 lagi untuk kuota khusus.
“Nah, seharusnya yang 20.000 tadi, kuota tambahan itu, juga ikut dengan pembagian tadi, dengan aturan yang ada di perundang-undangan, yang 92 persen (reguler) dengan 8 persen (khusus). Tetapi kemudian ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu,” paparnya.
Asep mengatakan yang terjadi justru kuota tambahan itu dibagi dua, 10.000 untuk reguler dan 10.000 lagi untuk kuota khusus.
“Itu menyalahi aturan yang ada dan ini menimbulkan jumlah kuota untuk khusus menjadi bertambah dan jumlah untuk reguler menjadi berkurang,” tuturnya.
Selain itu, juru bicara KPK, Budi Prasetyo dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (13/8/2025), menyebut adanya mens rea atau niat jahat dalam perkara ini.
“Dugaan aliran dari para penyelenggara haji ini kepada pihak-pihak tertentu, artinya memang sudah ada mens rea-nya di situ ya, ada aliran uang,” ucap Budi.
KPK juga mengeluarkan surat keputusan larangan bepergian ke luar negeri bagi eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) dan dua orang lainnya, terkait dengan kasus ini.
“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang yaitu YCQ, IAA dan FHM,” terang Budi Prasetyo, dalam keterangan pernyataan tertulis yang diterima tim liputan KompasTV, Selasa (12/8/2025).
Budi menyatakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut diterapkan KPK karena keberadaan ketiganya di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji.
“Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan ke depan,” tambahnya.
Komentar