Pedomanrakyat.com, Makassar – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mewanti-wanti potensi meningkatnya intoleransi dan politik identitas di Pemilu 2024 berdasarkan hasil penelitian terbaru mereka.
Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja pun memandang intoleransi dan politik identitas di Pemilu 2024 sebagai ancaman terhadap pemilu yang damai.
Benih-benih intoleransi dan politik identitas mulai menjamur di berbagai kanal media sosial. Celakanya, politik identitas dan ajakan intoleransi digunakan sebagai instrumen kampanye utama oleh beberapa tim oknum calon legislator (caleg) dan calon presiden.
Baca Juga :
Makassar sebagai kota metropolitan tidak luput dari ancaman ini. Namun, ada beberapa caleg yang sudah pasti tidak melakukan kampanye serupa. Rerata didominasi oleh caleg yang berasal dari etnis dan agama minoritas.
Namun ada satu caleg yang berbeda, yakni Fadel Muhammad Tauphan Ansar. Caleg DPRD Sulsel Dapil 1 (Makassar A) dari Partai Gerindra ini boleh dikata merupakan satu-satunya caleg yang multietnis dan multikultural.
Fadel merupakan anak dari pasangan H Tauphan Ansar Nur dan Amelia F Lim. Tauphan merupakan pengusaha bugis ternama asal Makassar, sementara Amelia adalah muallaf berdarah Tiongkok.
“Ibu saya etnis Tiongkok. Setelah bertemu ayah, beliau masuk Islam. Tapi sampai hari ini, hubungan silaturahim dengan keluarga Ibunda selalu terjaga. Kita keluarga besar yang akrab saling membantu, meskipun kita berbeda agama,” kata Fadel saat ngobrol dengan Komunitas Wartawan Politik Sulsel, di makassar, Minggu (28/5/2023).
Sebagai pengusaha muda, Fadel mengaku kerap kali menghadiri acara keluarga dari pihak Ibu, dan pihak Ayah. Mulai pertemuan antara kultur tradisi Bugis-Makassar dan Tionghoa. Itulah penyebab ia banyak memahami kultur dan pemikiran masyarakat etnis Tionghoa.
“Saya paling anti dengan orang yang bersikap intoleran terhadap agama lain dan atau terhadap etnis lainnya. Karena saya selama ini berada ditengah-tengah pertemuan kedua budaya ini,” tutur Fadel.
“Jadi saya paham betul, bahwa toleransi adalah satu-satunya jalan untuk kita bisa bekerjasama dan berkolaborasi untuk saling memajukan kesejahteraan bersama,” tambah pengusaha garmen, property, dan pertambangan berusia 27 tahun ini.
Sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Makassar, Fadel mengakui jika sikap intoleransi dan politik identitas hanya membawa kesengsaraan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, terutama terhadap para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Fokus kita harusnya adalah mewujudkan kesejahteraan bersama yang inklusif tanpa pandang bulu. Bukan saling menghancurkan hanya karena berbeda agama, budaya, dan etnis,” imbuhnya.
Sebelumnya, BNPT berkerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Puslitbang Kementerian Agama, Kajian Terorisme Universitas Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Serta, The Centre for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CISSR), Nasaruddin Umar Office, The Nusa Institute, Daulat Bangsa, dan Alvara Research Institute melakukan survei melibatkan 15.743 responden yang tersebar di 250 kabupaten/kota.
Hasil survei itu menunjukkan Indeks Potensi Radikalisme Tahun 2022 masih tinggi, yakni berada pada angka 10 persen.
Meski lebih rendah 2,2 persen dibanding survei tahun 2020 yang berada pada angka 12,2 persen, namun rasio tersebut memicu alarm merah jelang tahun politik 2024.
Komentar