Pedoman Rakyat, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan, sampai saat ini kinerja pengawasan dan perlindungan konsumen yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih belum optimal. Ia pun mempertanyakan ketidakmampuan OJK untuk menghentikan praktik investasi bodong yang sedang marak dan merugikan masyarakat.
“Kalau kita membuka data, angka-angka ini bukan statistik saja. Saya baca data dari OJK sendiri, ngeri. OJK ungkap kerugian masyarakat gegara investasi bodong di Indonesia kalahkan APBD Jakarta, sampai ratusan triliun. Dari satgas waspada investasi, praktik investasi bodong telah merugikan masyarakat Indonesia hingga Rp117,4 triliun dalam sepuluh tahun terakhir,” kata Masinton dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan OJK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/12/2021).
Masinton merasa heran, mayoritas dari kasus penipuan tersebut ternyata bukan diungkap berdasarkan hasil penyelidikan OJK, melainkan dari aparat kepolisian. “Dari berbagai kasus yang muncul, itu semua sebagian besar itu kita ketahui ketika berada di instansi luar OJK. Yang kami tanyakan peran pengawasan dan perlindungan OJK di mana? Kita tahu-tahu udah ada laporan di aparat penegak hukum. Nah, ini harus menjadi catatan,” tandasnya.
Baca Juga :
Senada dengan Masinton, Anggota Komisi XI DPR RI Vera Febyanthy pun meminta OJK memberi perhatian lebih pada praktik kotor yang terjadi di sektor jasa keuangan. Terutama asuransi dan multifinance mengingat makin banyaknya pengaduan yang berasal dari kedua sektor tersebut. Mencuatnya kasus penipuan investasi dan praktik kecurangan, disinyalir banyak dilakukan oleh lembaga jasa keuangan seperti asuransi, sehingga merugikan ribuan nasabah.
“Bukan hanya di sektor asuransi saja, tapi yang personal. Praktik yang dilakukan oleh beberapa industri jasa keuangan perasuransian, dan mengenai multifinance itu juga banyak kebobrokan. Terutama yang ada di dalam tempatnya IKNB. Jadi Pak Tirta, yang dimaksud tidak optimal adalah pengawasannya dan perlindungan konsumennya,” tutur Vera.
Tidak hanya itu, politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga menuntut OJK memperkuat kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kapabilitas penyelidikan, dan memperkuat tim legal. Hal ini telah disampaikan pada 6 April lalu, tetapi OJK tidak melakukan sesuai instruksi DPR. Selain itu, OJK perlu meningkatan kualitas pengawasan terhadap industri jasa keuangan untuk mencegah terjadinya permasalahan di kemudian hari.
Pada raker tersebut, Komisi XI DPR RI menyetujui rencana kerja dan Prognosis Anggaran Penerimaan OJK tahun anggaran 2021 senilai Rp6,3 triliun. Dengan rincian, pungutan bidang perbankan sebesar Rp4,4 triliun, pungutan bidang pasar modal sebesar Rp893,7 miliar, pungutan bidang IKNB senilai Rp797,6 miliar, dan pengeloaan sebesar Rp151,2 miliar.
Komentar