Pedoman Rakyat, Afghanistan – Mantan Deputi Kerja Sama Internasional dan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol (Purn) Hamidin mengatakan, Indonesia harus mewaspadai potensi radikalisme dan terorisme setelah kehancuran kelompok ISIS di Irak dan Suriah, dan berkuasanya kelompok Taliban di Afghanistan.
Menurut Hamidin, potensi ini karena banyak warga negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan jaringan kelompok teroris ISIS di Suriah dan Irak pada era 2014-2019, serta ikut pelatihan dengan Taliban di Afghanistan pada 1990-an yang melahirkan kelompok Al Jamaah Al Islamiyah.
“Ini menjadi tantangan bangsa Indonesia untuk melawan radikalisme dan terorisme. ISIS memang sudah selesai, tetapi simpatisan dari Indonesia yang ingin kembali masih banyak. Lalu kemudian Al Jamaah Al Islamiyah Indonesia yang kita ketahui bersama ada generasi 1 sampai 4 dan sudah diidentifikasi oleh negara,” ujar Hamidin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Baca Juga :
Ia mengungkapkan, ada beberapa hal yang harus diwaspadai, pertama adalah orang-orang yang kembali pascakekalahan ISIS. Hamidin mengaku pernah datang langsung ke Irbil, Irak, untuk menjemput deportan eks simpatisan ISIS pada 2017 lalu dan faktanya tidak semua simpatisan ISIS kembali ke negaranya.
Dari penelusurannya, Hamidin mengatakan ada eks militan asal Indonesia yang tidak pulang ke Indonesia, tetapi pulang ke Tunisia karena menikah dengan orang Tunisia. Kemudian ada juga militan dari negara lain yang justru ke Indonesia.
“Saya menyebut mereka relocator. Mereka adalah orang dari suatu negara, tetapi dia ikut berjuang pada ISIS, dia kembali, kemudian dia tinggal di suatu negara tertentu dan bergabung dengan sel-sel terorisme di negara tersebut,” ungkap mantan Kapolda Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur ini.
Komentar