Pedoman Rakyat, Makassar – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan akan mengendalikan peningkatan utang Indonesia secara sehat. Pernyataan ini menyusul kekhawatiran banyak pihak mengenai posisi utang RI saat ini.
Pada Agustus 2021, posisi utang melonjak menjadi Rp 6.625,43 triliun atau sudah 40,84 persen dari PDB.
“Dan kita kendalikan kenaikan utang kita sehingga APBN menjadi sehat kembali,” kata Sri Mulyani dalam Forum Indonesia Bangkit Volume 3 di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini lantas menjelaskan caranya menjaga utang dan postur APBN lebih sehat. Cara yang sudah dia siapkan adalah fokus melakukan reformasi struktural, reformasi fiskal pada tahun 2022.
Baca Juga :
Kemudian, meminta seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menggunakan APBN secara baik untuk pemulihan ekonomi, bukan hanya habis untuk birokrasi dan belanja pegawai.
“Beberapa peraturan perundang-undangan yang penting seperti UU HKPD juga tengah dibahas dengan DPR. Kita mulai bangun akselerasi lagi infrastruktur namun dengan prioritas makin selektif dan reformasi institusi yang sudah saya sampaikan. Jadi reform ini melengkapi apa yang sudah dilakukan dan jadi makin fokus,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, reformasi APBN perlu dilakukan, utamanya dalam sisi penerimaan seperti pengumpulan pajak. Lewat reformasi, dia berharap penerimaan negara bisa melonjak dan mengatasi defisit fiskal yang biasa dibiayai oleh penarikan utang baru.
Sementara dari sisi belanja, pemerintah akan menerapkan zero base budgeting dengan perubahan new way of working.
“Kami mendorong agar kementerian/lembaga termasuk internal Kemenkeu melakukan perubahan. Jadi belanja negara tidak habis untuk hal-hal yang lebih fokus ke birokrasi tapi untuk melayani masyarakat dan investasi, termasuk investasi produktif di bidang infrastruktur,” beber dia.
Sebagai informasi, posisi utang pada Agustus naik sebesar Rp 55,27 triliun dibanding akhir Juli yang sebesar Rp 6.570,17 triliun. Di sisi lain, penerimaan pajak Indonesia masih yang terendah se-Asia Pasifik sekitar 11 persen saat pandemi Covid-19.
Dalam laporan APBN Kita, penerimaan pajak pemerintah hingga bulan yang sama mencapai Rp 741,3 triliun. Belanja yang lebih tinggi dari penerimaan negara menyebabkan defisit fiskal di Agustus 2021 sebesar Rp 383,2 triliun. Defisit tersebut setara dengan 2,32 persen dari PDB.
Komentar