Pedomanrakyat.com, Makassar – Komisi B DPRD Sulawesi Selatan membidangi Perekonomian, melakukan kunnjungan kerja ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Jakarta, pada Selasa (3/6/1024).
Rombongan dipimpin langsung koordinator sekaligus Wakil Ketua DPRD Sulsel, Yasir Machmud, didampingi Sekretaris Komisi Zulfikar Limolang dan anggota serta perwakilan Hinpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel.
Diterima langsung oleh Direktur Usaha Penangkapan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), Kementerian Kelautan dan Perikanan Ukon Ahmad Furkon.
Baca Juga :
Kunjungan ini Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Sekretaris Komisi B, Zulfikar Limolang menyampaikan, kunjungan ini menindaklanjuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dari teman-teman HNSI Sulsel yang mengungkapkan berbagai persoalan PP 11 dan Permen 28 tahun 2023.
“Salah satunya adanya kewajiban pemasangan Tracking Satellite Electronic Logbook (TSEL) atau sistem monitoring kapal perikanan di bawah 30 GT dinilai cukup memberatkan para nelayan,” ujar Zulfikar.
Selain itu kata legislator fraksi PKB Sulsel ini, regulasi mengenai pengurusan sertifikat, kelaikan, dan kelayakan kapal juga menjadi kendala tersendiri.
“Rekan-rekan dari HNSI juga berharap adanya kepastian regulasi. Jangan sampai aturan hanya ditunda penerapannya, lalu diberlakukan kembali tanpa solusi, yang justru memicu aksi protes lanjutan,” kata Legislator PKB Sulsel ini.
Ketua HNSI Sulsel Chairil Anwar menyampaikan dampak regulasi terhadap nelayan kecil. Ia menyoroti beberapa aturan baru yang dinilai tidak berpihak pada nelayan tradisional, terutama di Sulawesi Selatan yang memiliki mobilitas tinggi dan menjangkau wilayah laut hingga sembilan provinsi.
“Kami meminta agar pemerintah tidak mewajibkan pemasangan sistem monitoring pada kapal-kapal perikanan di bawah 30 GT. Ini sangat memberatkan bagi nelayan kecil,” tegasnya.
Pihaknya juga mendorong DPRD untuk mengaktifkan kembali Peraturan Menteri (Permen) tentang Andon (penangkapan ikan lintas daerah). Permen ini dinilai lebih adaptif terhadap pola kerja nelayan Sulsel yang menjangkau perairan di Papua, Maluku, Maluku Utara, Bali, hingga Jawa Timur.
“Ketika Permen Andon masih berlaku, kami bisa bekerja tanpa sekat. Tapi sejak terbitnya PP 11, kebijakan ini seakan mematikan ruang gerak kami. Padahal mobilitas nelayan sudah berlangsung puluhan tahun tanpa masalah,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Usaha Penangkapan Ikan DJPT, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ukon Ahmad Furkon menegaskan bahwa, sektor perikanan tangkap merupakan sektor yang unik karena sumber dayanya bersifat publik, serupa dengan sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) seperti emas, minyak, dan tambang.
“Karena itu, pemanfaatannya tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok, apalagi jika itu atas nama nelayan, padahal aktor utamanya adalah pelaku usaha pemilik kapal,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa dalam setiap diskusi soal kebijakan perikanan, sering kali label “nelayan” digunakan, namun realitanya di balik itu terdapat pelaku usaha yang mengoperasikan kapal dan mengambil keuntungan dari sumber daya negara.
“Dalam pengaturan Undang-Undang Perikanan, amanatnya jelas: negara harus memastikan keberlanjutan sumber daya, aspek ekonomi, dan manfaat sosial yang bisa dirasakan seluruh masyarakat, bukan hanya mereka yang terlibat langsung dalam usaha perikanan,” katanya.
Menurutnya, mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau PNDP dan pungutan lain diterapkan agar sebagian dari manfaat yang diperoleh pelaku usaha yang sudah mendapatkan izin dari negara dapat kembali ke masyarakat.
“Di Kementerian, kami hanya menjalankan tugas. Naik turunnya PNDP tidak berdampak ke gaji atau tunjangan kami. Bahkan 80 persen dari PNDP dikembalikan ke daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH),” beber Ukon.
“Sisanya 10 persen dikelola Kementerian Keuangan untuk sektor lintas kementerian, dan 10 persen lagi dikelola oleh KKP untuk mendanai pengawasan, layanan perizinan, dan pelayanan kepelabuhan, semua kembali kepada pelaku usaha,” pungkasnya.
Komentar