Pedomanrakyat.com, Jakarta – Aksi demonstrasi sempat meluas pada akhir Agustus 2025 dilakukan oleh sejumlah kalangan seperti buruh, mahasiswa, hingga pengemudi ojek daring. Namun, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan demo tersebut bukan dikarenakan kebijakan pada masa Presiden Prabowo Subianto yang baru menjabat sejak Oktober 2024.
“Protes yang terjadi baru-baru ini seperti yang kita ketahui, bukan tentang sepuluh bulan terakhir pemerintahan ini melainkan kondisi dan situasi ekonomi warisan,” kata Wakil Ketua DEN Mari Elka pangestu dalam acara Indonesia Update yang disiarkan secara daring melalui YouTube ANU Indonesia Project, Jumat (12/9).
Dia menjelaskan, kondisi ekonomi warisan itu sudah berkembang selama satu dekade terakhir. Menurutnya, ketidakpuasan yang dirasakan masyarakat bukan sesuatu yang terjadi dalam protes baru-baru ini.
Baca Juga :
“Ini melainkan telah berkembang. Jadi, inilah kondisi yang sedang kita hadapi sekarang,” ujar Mari.
Ada beberapa konsdisi ekonomi yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Kualitas Pertumbuhan Ekonomi
Mari menjelaskan, pertumbuhan ekonomi terakhir pada kuartal II 2025 tercatat mencapai 5,12% secara tahunan. Menurutnya angka tersebut memang lebih tinggi dari perkiraan 4,8%.
Namun kualitas pertumbuhan ekonomi masih menjadi tantangan. Sebab, menurutnya pertumbuhan ekonomi saat ini belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.
“Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Secara global, perlambatan ekonomi pascapandemi masih terjadi,” kata Mari.
Negara-negara maju sudah mengalami pemulihan yang lebih baik namun menurutnya pertumbuhan ekonominya masih di bawah tren. Sementara negara berkembang, berada dalam situasi yang lebih buruk, termasuk Indonesia.
Mari menyatakan efek jangka panjang dari kerugian akibat pandemi masih ada. “Ini masih terlihat jelas dalam angka produk domestik bruto dan lapangan kerja.
Mari menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi saat ini masih rendah. Salah satunya Indonesia belum pulih 100% dari kondisi pandemi Covid-19.
Hilangnya Lapangan Pekerjaan Sejak Pandemi
Mari mengungkapkan kondisi pandemi membuat banyaknya lapangan pekerjaan hilang. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang turun pada masa tersebut.
“Lima juta pekerjaan hilang selama Covid-19 dan jika melihat perkembangan lapangan kerja di sektor formal, terdapat 7,6 juta lebih sedikit lapangan kerja yang tidak tercipta di sektor formal,” kata Mari.
Namun, penciptaan lapangan kerja baru terjadi di sektor informal. Termasuk dengan peningkatan wiraswasta, pekerja lepas, pedagang di pasar.
“Penciptaan lapangan kerja di sektor informal ini naik,” ujar Mari.
Kelas Menengah Turun
Mari mengungkapkan lapangan kerja yang tercipta di Indonesia berasal dari sektor pertanian, retail, akomodasi, dan food and beverages. Jumlahnya menyentuh 12,9 juta atau 82% dari total penciptaan lapangan kerja.
“Semuanya (sektor ini) bergaji rendah. Iya, lapangan kerja tercipta, tapi itu ada di sektor bergaji rendah,” kata Mari.
Pada akhirnya ada penurunan kelompok kelas menengah. Sebanyak 10 juga orang dari kelompok kelas menengah turun ke kelompok menuju kelas menengah, bahkan masuk ke area rentan.
“Pengeluaran kelas menengah untuk makanan juga meningkat, yang biasanya turun, tapi justru naik,” ujarnya.
Mari mengungkapkan kondisi ekonomi yang berkepanjangan ditambah dampak dari pandemi yang menjadi akar masalah saat ini. Termasuk meluasnya demonstrasi beberapa waktu lalu dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Komentar