Pedomanrakyat.com, Makassar – Direktur CV Bangsa Damai, Terry Banti memberikan penjelasan terkait izin usaha pertambangan galian C di Kelurahan Tikala, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi D DPRD Sulawesi Selatan, yang dihadiri langsung Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong, dan Tokoh Masyarakat Tikala, pada Kamis (22/5/2025).
Menurut Terry, persoalan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2021, mengingat kewenangan penerbitan izin galian C telah beralih ke pemerintah provinsi, bukan lagi kabupaten.
Baca Juga :
- Komisi D DPRD Sulsel Minta DED Infrastruktur Jalan Darat dan Pegunungan Dibedakan, Aan Nugraha: Mobilisasi di Gunung Susah!
- Ketua DPRD Sulsel Apresiasi Pencapaian Bulog Serap Gabah Petani, Harap Pertahankan Kinerja Positif
- Cicu Ingatkan Pentingnya Peran Fraksi NasDem dalam Mengawal Kebijakan Pemkot Makassar
“Kalau masalah RTRW, itu sudah sesuai dengan Perda Provinsi tahun 2021. Karena sejak adanya ketentuan baru, izin galian C memang dikeluarkan oleh provinsi, bukan kabupaten,” ujarnya kepada awak media usai RDP.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebelum tahun 2012, belum ada undang-undang yang mengatur bahwa izin galian C menjadi kewenangan provinsi.
Oleh karena itu, wilayah yang saat ini dipersoalkan dulunya tidak termasuk dalam kawasan galian resmi, mengingat Toraja Utara baru saja menjadi daerah definitif hasil pemekaran dari Tana Toraja.
“Kalau kita merujuk RTRW 2012, saya pastikan tidak ada wilayah galian C di sana karena semuanya lahan pertanian. Dulu masyarakat hanya mengambil material dari sungai. Belum ada kegiatan breaker seperti sekarang,” jelasnya.
Terry Banti juga menyampaikan bahwa perusahaannya baru mulai aktif memasarkan material hasil tambang pada tahun 2025, setelah Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) disetujui pada 2024.
Bahkan, Ia mengaku telah mengajukan komunikasi kepada pemerintah daerah terkait kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kegiatan pertambangan.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Bupati, mohon segera ditentukan berapa nilai PAD yang harus kami berikan. Saya sudah punya RKAB sebesar 105.000 meter kubik. Kalau kita asumsikan Rp25.000 per kubik, dan produksi bisa mencapai 315.000 meter kubik tahun ini, maka potensi PAD hampir Rp8 miliar,” terang Terry.
Namun kata dia, hingga kini belum mendapat kejelasan dari pemerintah daerah mengenai mekanisme penetapan nilai PAD tersebut.
“Saya sudah bicara langsung dengan Pak Bupati, pimpinan DPRD, bahkan mengundang Badan Pendapatan Daerah, tapi yang dibawa hanya mekanisme retribusi Rp10 ribu per truk. Itu tidak sesuai. PAD harus dihitung dari kubikasi,” tutupnya.
Komentar