Pedoman Rakyat, Jakarta- Di tengah pandemi Covid-19, industri minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) tetap berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Di daerah sentra kelapa sawit, aktivitas perekonomian terus berjalan tanpa hambatan.
“Dari survei yang kami lakukan di 11 provinsi dan 31 kabupaten, pandemi Covid-19 tidak mengganggu ekonomi petani sawit. Kami mensyukuri harga CPO dan TBS (tandan buah segar) petani sangat tinggi, dan jarang terjadi durasi harga tinggi seperti sekarang berlangsung dalam waktu lama. Daerah remote area dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua sedang menikmati harga,” ujar Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino dalam webinar bertemakan “Apresiasi Kinerja dan Masa Depan Petani Sawit Indonesia”, seperti dikutip dalam dalam keterangan tertulisnya Jumat (20/8/2021).
Berkaitan pengentasan kemiskinan dan pembangunan, Rino mengatakan, banyak desa di wilayah terpencil yang dulunya tidak ada kehidupan, kini berubah setelah kelapa sawit masuk ke wilayah tersebut. “Terjadi perputaran ekonomi, kehidupan desa seperti di kecamatan banyak hadir bank milik negara dan swasta. Banyak sekolah dan pasar yang sebelumnya tidak ada karena wilayah tersebut terpencil,” kata Rino.
Baca Juga :
Dalam kesempatan sama, mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih mengakui bahwa kelapa sawit mampu mengurangi kemiskinan karena terdapat peran rakyat di dalam rantai bisnis. Kelapa sawit memiliki kemampuan membangun ekonomi sebuah areal terpencil menjadi lebih cepat. Ada banyak kabupaten baru yang lahir di wilayah remote area seiring dinamika dan akselerasi perkembangan sawit. Kehadiran perkebunan kelapa sawit telah tersebar di 190 kabupaten yang berdampak positif bagi perekonomian daerah.
“Saat ini, kelapa sawit adalah komoditas terbesar bagi Indonesia yang kontribusinya lebih baik daripada minyak bumi. Di sinilah perlunya memperkuat kemitraan perusahaan dan rakyat dengan dukungan kebijakan bersahabat dari pemerintah kita,” ujar Prof Bungaran.
Meski demikian, Plt Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengeluhkan kelapa sawit Indonesia masih mendapatkan hadangan dari kampanye hitam yang dihembuskan jejaring non government organization (NGO) internasional. Padahal, dibandingkan minyak nabati lain, kelapa sawit mempunyai keunggulan yang tidak tersaingi dari aspek produktivitas dan harga. “Untuk menekan daya saing sawit, dibuat hambatan nontarif dan berbagai standar sustainability supaya menambah beban biaya produksi,” ungkapnya.
Seperti diketahui, kampanye hitam selama beberapa tahun terakhir kerap membayangi industri sawit terutama yang berada di wilayah-wilayah terpencil. Misalkan gencar menggunakan isu deforestasi dan pembakaran hutan.
Sahat menegaskan Indonesia tidak boleh tunduk dengan tekanan NGO internasional melalui beragam isu di dalam kampanyenya. Dari sejumlah kampanye yang dilakukan, NGO cenderung provokatif dan mengganggu perekonomian bangsa.
Komentar