Pedomanrakyat.com, Jakarta – MK memutuskan caleg terpilih tidak bisa mundur dengan mudah dan hanya boleh mengundurkan diri jika mendapat penugasan negara untuk jabatan non-pemilu.
Keputusan ini menanggapi uji materi UU Pemilu oleh mahasiswa UIN Tulungagung.
Alasan uji materi karena caleg terpilih seringkali mundur tanpa alasan jelas, merugikan hak konstitusional pemilih.
Baca Juga :
MK menilai ketidakjelasan aturan memicu pengunduran diri tanpa alasan dan proses penggantian caleg yang merugikan pemilih.
Pengunduran diri caleg untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, meskipun bukan pelanggaran prinsip kedaulatan rakyat, mencederai suara pemilih dan berpotensi memicu politik transaksional.
Pengunduran diri hanya dapat dilakukan jika caleg mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum.
Keputusan ini merupakan hasil uji materi terhadap Pasal 426 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. MK mengabulkan sebagian permohonan dalam Perkara Nomor 176/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh tiga mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung, Jawa Timur, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Adinia Ulva Maharani.
“Menyatakan Pasal 426 ayat (1) huruf b UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Jakarta, seperti dikutip Sabtu (22/3).
Para pemohon mengajukan uji materi karena merasa hak konstitusional mereka dirugikan akibat caleg terpilih di daerah mereka mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas.
Sebelumnya, Pasal 426 ayat (2) huruf b UU Pemilu menyatakan bahwa penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dapat dilakukan apabila caleg terpilih “mengundurkan diri” tanpa batasan tertentu.
Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut bahwa ketidakjelasan norma dalam pasal tersebut membuka celah bagi caleg terpilih untuk mundur tanpa alasan yang jelas.
Akibatnya, penyelenggara pemilu harus memproses pengunduran diri tersebut, terlepas dari latar belakang atau motif di baliknya.
“Dengan demikian, demi menjaga prinsip kedaulatan rakyat yang diwujudkan melalui pemungutan suara langsung dalam pemilihan umum, pengunduran diri calon terpilih harus memiliki batasan yang jelas,” ujar Saldi Isra.
Komentar