RI Terancam Krisis Kedelai

Nhico
Nhico

Selasa, 08 April 2025 09:35

Ilustrasi Kedelai.(F-IST)
Ilustrasi Kedelai.(F-IST)

Pedomanrakyat.com, Jakarta – Perang dagang Amerika Serikat dan China kembali memanas, dan kali ini kedelai menjadi tumbal utama.

Dalam langkah balasan terhadap tarif baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, Beijing resmi mengenakan bea masuk hingga 34% terhadap seluruh produk impor dari Negeri Paman Sam, termasuk kedelai.

Langkah ini praktis menutup pintu bagi komoditas andalan AS tersebut ke pasar China, dan sekaligus menjadi berkah tersendiri bagi Brasil yang siap mengisi kekosongan permintaan.

Namun, bagi negara pengimpor seperti Indonesia, kabar ini menimbulkan kekhawatiran akan harga dan ketersediaan pasokan kedelai dalam negeri.

Harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) langsung ambles 3,4% menjadi US$9,77 per bushel level terendah untuk 2025 sejauh ini.

Di saat yang sama, premi harga kedelai ekspor dari pelabuhan Brasil melonjak ke angka US$1 per bushel di atas harga acuan Chicago, menunjukkan lonjakan permintaan global terhadap kedelai asal Negeri Samba.

Menurut Carlos Mera dari Rabobank, Brasil kini menjadi pemasok utama pengganti AS ke China. Tak hanya Brasil, Argentina dan Paraguay juga diproyeksi ikut kebanjiran pesanan. Ini mempertegas pergeseran poros perdagangan kedelai global yang sudah mulai bergeser sejak perang dagang era Trump pertama.

Bagi Indonesia, situasi ini menempatkan rantai pasok pangan pada risiko besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor hampir 1,95 juta kilogram kedelai dari AS pada 2023 dengan nilai sekitar US$1,26 miliar. Artinya, ketergantungan terhadap kedelai AS masih sangat tinggi.

Penurunan pasokan dari AS dan lonjakan harga global akibat pembalikan permintaan ke Brasil dan Argentina akan berdampak langsung ke harga bahan pangan utama seperti tahu dan tempe, yang menjadi sumber protein utama jutaan warga Indonesia.

Yang memperumit situasi adalah arah kebijakan AS sendiri. Sejak awal 2025, Trump kembali menegaskan komitmennya untuk menggenjot produksi energi domestik berbasis biofuel, termasuk bioavtur yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku utama.

Menurut USDA Bioenergy Report 2024, sekitar 30% kedelai AS dialokasikan untuk biodiesel dan bioavtur. Dengan ekspansi ini, pasokan kedelai AS untuk ekspor diperkirakan akan semakin ketat. Dalam pidatonya awal tahun, Trump bahkan menyebut akan “menghentikan ekspor yang melemahkan ketahanan energi nasional.”

Dengan dua tekanan sekaligus retaliasi China dan pengetatan pasokan karena bioenergi ketersediaan kedelai global dipastikan akan mengalami disrupsi besar.

 Komentar

Berita Terbaru
Metro09 April 2025 17:03
Syukur Soroti Saluran Air Tambak Tertutup Bertahun-Tahun di Pinrang, Minta DKP Sulsel Carikan Solusi
Pedomanrakyat.com, Makassar – Anggota Komisi B DPRD Sulawesi Selatan, Syukur, meminta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, memberi perhati...
Daerah09 April 2025 16:36
Jelang Panen Raya, Sudirman Bungi Minta Petani Pinrang Tak Jual Hasil Panen ke Luar Daerah
Pedomanrakyat.com, Pinrang – Dalam rangka persiapan pelaksanaan panen raya di Kabupaten Pinrang yang dijadwalkan akan berlangsung dalam waktu de...
Metro09 April 2025 16:08
Banyak Dikeluhkan, Ketua Komisi B Azizah Irma Tanyakan Soal Pembatasan Ternak Masuk Sulsel
Pedomanrakyat.com, Makassar – Komisi B DPRD Sulawesi Selatan, kembali melaksanakan rapat evaluasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) G...
Daerah09 April 2025 14:44
Pimpin Apel Perdana Pasca Lebaran, Bupati Ibas Ajak ASN Pemkab Lutim Junjung Tinggi Disiplin
Pedomanrakyat.com, Lutim – Mengawali hari kedua aktivitas pemerintahan usai libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, Bupati Luwu Timur, ...